REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wali Kota Bogor Bima Arya menyatakan ada dua persoalan yang dihadapi Pemerintah Kota Bogor pada pembinaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di kota itu.
"Kedua persoalan tersebut, adalah kelembagaan dan kapasitas," kata Bima Arya.
Menurut dia, ada tiga dinas yang menangani UMKM di Pemerintah Kota Bogor, yakni Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin), Dinas Koperasi dan UKM (Diskop-UKM), serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud).
"Saya sering dipusingkan dengan koordinasi antardinas tersebut, soal pendataan UMKM yang tidak kunjung selesai," katanya.
Menurut Bima Arya, masing-masing dinas tersebut mendata UMKM sesuai dengan tugas dan fungsinya. Disparbud mendata UMKM pelaku kerajinan, Diskop-UKM mendata UMKM berbentuk koperasi, serta Disdagin mendata UMUM kuliner. "Karena tidak pernah selesai, akhirnya diputuskan pendataan UMKM dilakukan pada satu pintu saja," katanya.
Bima Arya juga menyoroti soal pemetaan UMKM yang dinilai sering menjadi masalah. "Pemetaan dan pendataan UMKMberdampak pada pembinaan dan keberkelanjutan, sehingga dibutuhkan data yang solid dan valid," katanya.
Ketika pendataannya salah, kata dia, maka target potensialnya tidak tersentuh. "Sebaliknya, yang tidak potensial disentuh. Padahal, Pemkot Bogor membutuhkan dan mencari para pemuda yang mampu membuat start up sendiri," katanya.
Bima Arya juga menyoroti persoalan kapasitas, karena dinas memiliki keterbatasan, baik keterbatasan keahlian maupun waktu, terutama berkaitan adanya rotasi dan mutasi pejabat.
"Solusi mengatasi persoalan kelembagaan dan kapasitas itu adalah kolaborasi. Dari kolaborasi ini Pemkot Bogor bisa dibantu menyusun database, target, dan perencanaan," katanya.
Menurut Bima Arya, pada situasi saat ini diperlukan kolaborasi pentahelix, yakni birokrasi dibantu oleh kampus, komunitas, entrepreneur, media, dan lainya. "Dari kolaborasi ini kami melakukan beberapa strategi, salah satunya mal di Kota Bogor harus menyediakan gerai khusus UMKM," katanya.