REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS--Para pemimpin Uni Eropa (UE) kembali menyerukan penyelidikan tanpa batas tentang asal-usul Covid-19. Hal itu dilakukan di tengah kritik terhadap hasil investigasi awal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Penyelidik membutuhkan akses lengkap ke apa pun yang diperlukan untuk benar-benar menemukan sumber pandemi ini," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam konferensi pers di Brussels pada Kamis (10/6).
Kepala Dewan Eropa Charles Michel turut angkat bicara dan menyatakan perhimpunan Benua Biru mendukung semua upaya untuk menyingkap asal-usul Covid-19. "Dunia memiliki hak untuk mengetahui secara pasti apa yang terjadi agar dapat mengambil pelajaran,” ujarnya.
Para diplomat Uni Eropa mengatakan dukungan blok tersebut untuk studi atau penyelidikan terbaru asal-usul Covid-19 sebagian besar bersifat simbolis. Sebab Uni Eropa tidak akan terlibat langsung dalam prosesnya.
Bulan lalu, misi Amerika Serikat (AS) untuk PBB di Jenewa mengatakan hasil investigasi awal WHO terkait asal-usul Covid-19 tidak cukup dan tidak meyakinkan. Washington menyerukan dilakukan penyelidikan tahap kedua. Hal itu harus dilakukan secara transparan dan berbasis bukti.
Pada Maret lalu, WHO merilis hasil penyelidikan tentang asal-usul Covid-19 yang dilakukan bersama para ahli dari Cina. Mereka menjelaskan skenario paling mungkin terkait rantai penyebaran adalah virus dibawa kelelawar, kemudian ditularkan ke manusia lewat hewan lain. Tim mengusulkan penelitian lebih lanjut di setiap area, kecuali hipotesis kebocoran laboratorium.
Namun Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus meminta tim yang menyelidiki asal-usul pandemi Covid-19 tetap mendalami kemungkinan kebocoran laboratorium sebagai penyebab menyebarnya virus. “Meskipun tim telah menyimpulkan bahwa kebocoran laboratorium adalah hipotesis yang paling kecil kemungkinannya, hal ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut, berpotensi dengan misi tambahan yang melibatkan ahli spesialis, yang siap saya kerahkan,” kata Ghebreyesus pada 30 Maret lalu.