REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Perindustrian mendorong Industri Kecil Menengah (IKM) batik dan tahu untuk lebih menyadari urgensi pengolahan limbah. Dorongan ini diberikan melalui program webinar dan bimbingan teknis kepada para pelaku usaha pada Selasa (8/6).
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Doddy Rahadi menuturkan, saat ini, pihaknya rutin menjalankan program pendampingan pengelolaan lingkungan hidup untuk IKM. Dua di antaranya usaha yang bergerak di produksi batik dan tahu.
Prioritas ini mengingat dua sektor tersebut memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Menurut data Kemenperin, industri batik tersebar di 101 sentra di Indonesia, sementara industri yang bergerak pada produksi tahu serta olahannya mencapai 203 sentra.
Dengan jumlah tersebut, keduanya memiliki industri ini mempunyai daya ungkit besar dalam penciptaan nilai tambah, perdagangan, besaran investasi, dampak terhadap industri lain. Sedangkan, masih banyak di antara pelaku usaha batik dan tahu yang belum menjalankan proses pengolahan limbah cair, padat maupun emisi udara.
“Oleh karena itu, kami mendukung para pelaku IKM untuk lebih menyadari pentingnya beradaptasi dalam melakukan usahanya, agar semakin produktif dan lebih ramah lingkungan,” kata Doddy dalam keterangan resmi Kamis (10/6).
Doddy berharap, rangkaian program pendampingan yang dilakukan Kemenperin mampu memberikan pemahaman kepada pelaku industri mengenai pengolahan limbah di tiap sektor. Kegiatan ini sejalan dengan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) Joglosemar yang telah digaungkan Kemenperin.
Kepala Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Kemenperin Emmy Suryandari mengemukakan, upaya membangun budaya ramah lingkungan di kalangan IKM diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produknya.
Dalam acara pendampingan ini, Kemenperin mengenalkan teknologi Hybrid Advanced Oxidation Process (HAOP) sebagai tindakan pada pengolahan limbah batik yang dapat diaplikasikan pada lahan sempit dengan proses cepat. Teknologi ini juga dapat diintegrasikan dengan teknologi konvensional seperti anaerobic process.
IKM juga dapat mulai menerapkan reduce, reuse, recycle, dan recovery pada setiap prose produksi sehingga timbulan limbah lebih sedikit serta mudah penanganannya.
Untuk limbah tahu yang mengandung bahan organik tinggi, Kemenperin mendorong IKM mengonversinya menjadi biogas, sehingga bisa dimanfaatkan kembali sebagai sumber energi. Kemenperin meyakinkan IKM bahwa sirkular ekonomi pada pengolahan limbah ini dapat dicapai menggunakan pengolahan biologi terintegrasi yang efektif, menurunkan polutan hingga memenuhi baku mutu bahkan menghasilkan energi yang bisa dimanfaatkan untuk proses kembali.