Selasa 22 Jun 2021 20:08 WIB

Aparat Gagalkan Penyelundupan 63.950 Ekor Benur di Jambi

Mayoritas benur yang akan diselundupkan adalah jenis pasir.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Petugas menunjukkan barang bukti Benur atau Baby Lobster yang akan diselundupkan. ilustrasi
Foto: Antara/Novrian Arbi
Petugas menunjukkan barang bukti Benur atau Baby Lobster yang akan diselundupkan. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan menegaskan kebijakan terkait benih bening lobster (BBL) atau benur. Melalui Permen KP nomor 17 Tahun 2021, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengintruksikan jajarannya melarang ekspor benur guna memajukan budidaya lobster dalam negeri.

Merujuk regulasi tersebut, KKP juga terus bersinergi dengan aparat penegak hukum untuk menindak tegas penyelundupan benur. Terbaru, sebanyak 63.950 ekor benur berhasil disita aparat di wilayah Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Kepala Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Jambi, Piyan Gustaffiana mengungkapkan, benur-benur ini merupakan hasil operasi penangkapan yang dilakukan oleh Polres Tanjung Jabung Timur pada Ahad (20/6).

"Penangkapan dilakukan pada Ahad malam oleh rekan-rekan Polres Tanjung Jabung Timur, setelah kita hitung ada 63.950 benur," ujar Piyan dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (22/6).

Piyan memaparkan, benur yang disita terdiri atas 62.400 ekor jenis pasir dan 577 ekor jenis mutiara serta jurong jenis pasir atau benur yang mulai menghitam sebnyak 973 ekor. Pengungkapkan ini berawal dari kecuriaan aparat saat melihat sebuah mobil Honda Mobilio berwarna merah marun. Ketika disenter, terlihat sejumlah box hitam di dalam mobil.

Namun saat didatangi petugas, mobil bernomor polisi B 1951 RFL ini langsung tancap gas demi menghindari kejaran petugas. Setibanya di Jembatan Kilometer 35, Kecamatan Geragai, pengendaara mobil keluar dan langsung melarikan diri masuk kesemak-semak. 

"Teman-teman kepolisian langsung mengejar, dan di Jembatan KM 35, dua orang pengendaran mobil telah melarikan diri," ungkap Piyan.

Dari kasus ini, Piyan mengingatkan, penyelundupan benur merupakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 92 Jo pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 Jo Pasal 55 56 KUHPidana. Ancaman bagi para pelakunya bisa penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.

"Kita selalu ingatkan, penyelundupan benur adalah pidana dan bisa dikenai hukuman 8 tahun penjara serta denda Rp 1,5 miliar," ucap Piyan. 

Guna keberlajutan benur-benur tersebut, Piyan memastikan jajarannya terus berkoordinasi dengan SKIPM Padang dan Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang terkait pelepasliaran. Koordinasi tersebut dilakukan untuk mencari lokasi yang tepat bagi benur-benur hasil sitaan.

Sementara itu, Kepala SKIPM Padang, Rudi Barmara memastikan pelepasliaran dilakukan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Mandeh, atau tepatnya di Pantai Marapalam, Nagari Sungai Pinang, Kecamatan XI Koto Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat.

"Lokasi ini kita pilih karena sesuai dengan habitat lobster untuk terus berkembang," kata Rudi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement