REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengalokasikan anggaran 11 proyek infrastruktur pada pembelian obat dan suplemen gratis bagi pasien isolasi mandiri. Kebijakan itu diapresiasi karena berani mengorbankan anggaran untuk sesuatu yang lebih darurat.
Menurut Ekonom Senior CORE (Center of Reform on Economics) Indonesia, Ina Primiana, sudah 1,5 tahun Indonesia menghadapi pandemi Covid-19, namun ternyata ada gelombang kedua terjadi di luar dugaan banyak pihak.
Saat gelombang pertama, kata dia, anggaran daerah banyak mengalami refocusing untuk menangani dampak pandemi. Gelombang kedua, terjadi di saat kondisi anggaran belum sepenuhnya baik.
“Saat ini, ada kekurangan oksigen dan penderita tambah banyak tapi perlu bantuan obat, jadi (anggaran infrastruktur dialihkan) itu satu keputusan yang sangat baik,” ujar Ina saat dihubungi, Rabu (7/7).
Ina menilai, Ridwan Kamil bisa berpikir cepat sehingga bisa memilah prioritas dan tingkat kepentingan di masa darurat Covid-19 saat ini. Terlebih daerah tidak mungkin lagi meminta bantuan anggaran dari Pemerintah Pusat. Kebijakan ini, menurutnya, potret kemampuan pemimpin daerah yang mampu melihat urgensi dari situasi yang terjadi dan anggaran yang tersedia.
“Beliau berpikir, masih ada dana bisa dialihkan, nanti untuk infrastruktur bisa dicari kembali, kalau engga ini (urusannya) nyawa Rakyat Jawa Barat,” katanya.
Namun, kata dia, keputusan berani Ridwan Kamil ini belum tentu bisa ditiru oleh para kepala daerah lain karena masing-masing provinsi melihat urgensi dan kondisi yang berbeda.
“Provinsi lain misalnya uang masih ada nggak perlu ngikut juga, karena Jawa Barat rakyatnya lebih banyak, tingkat terpaparnya tertinggi kedua, jadi [Ridwan Kamil] melihat itu urgensitasnya, belum tentu sama untuk daerah lain, karena mereka tidak memiliki kebijakan yang sama,” paparnya.
Ina mengatakan, pentingnya seorang kepala daerah berpikir cepat dan mengambil keputusan yang cerdas di masa darurat, termasuk soal pengalokasian anggaran di tengah terus melonjaknya angka kasus positif dan menipisnya ketersediaan ruang perawatan, oksigen dan obat-obatan. “Pemimpin harus berpikir cepat karena udah nggak nggak bisa nunggu. Pemimpin harus cerdas harus cepat untuk membantu mencari solusi,” katanya.
Ina yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad ini tetap mengingatkan, agar pergeseran anggaran infrastruktur harus dicari pula solusinya mengingat keputusan ini berdampak. Salah satunya, pada peluang 11 proyek infrastruktur menyerap tenaga kerja.
“Harus dicari untuk menyeimbangkan antara penanganan kesehatan dan ekonomi. Di list kembali dari anggaran yang ada, mana yang bisa dialihkan ke infrastruktur atau ke yang lain. Mudah-mudahan gelombang kedua ini tidak lama, jadi proyek infrastruktur bisa berjalan lagi,” katanya.
Di tengah pendapatan daerah yang belum optimal, Ina menyarankan, agar kepala daerah memulai upaya kolaborasi dengan berbagai pihak salah satunya dengan pihak swasta dan BUMN. “BUMN banyak juga di Jabar mungkin bisa dijadikan salah satu solusi bagaimana kerjasama kolaborasi denganBUMN atau BUMD agar bagaimana bisa membuka lapangan pekerjaan,” katanya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memutuskan 11 proyek infrastruktur dengan anggaran Rp 140 miliar yang akan digeser untuk diperbantukan menangani situsasi kedaruratan Covid-19. “Anggaran ini untuk mensubsidi gratis obat-obatan pasien Covid-19 yang isolasi mandiri. Itu akan jadi tanggung jawab kita,” katanya.