REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar kesehatan menyarankan ibu menyusui tidak mudah terpancing dengan hoaks atau berita palsu. Informasi tidak akurat itu turut memengaruhi keputusan ibu untuk memberikan ASI kepada bayinya selama pandemi.
Menurut temuan studi Health Collaborative Center (HCC), sekitar tujuh dari 10 tenaga kesehatan di Indonesia (62 persen) sulit mempertahankan ibu untuk tetap menyusui dan memberikan ASI eksklusif. Persoalan itu perlu dicari pemecahannya.
Terdapat 11 faktor yang mendasarinya, dengan empat hal yang menjadi faktor dominan. Hoaks yang beredar dan kurangnya pengetahuan ibu terkait laktasi menjadi salah satu aspek penyebab dari 11 faktor yang ada.
"Banyak tenaga kesehatan mengeluhkan ibu (di era) sekarang lebih percaya kabar di/WhatsApp group dan media sosial daripada informasi langsung dari dokter dan bidan," ujar peneliti utama HCC, Ray Wagiu Basrowi pada konferensi pers virtual, Rabu (4/8).
Pakar kedokteran komunitas yang merupakan Founder dan Chairman HCC itu menyebutkan beberapa contoh hoaks seputar menyusui yang beredar. Hoaks yang paling umum adalah bahwa Covid-19 bisa menular lewat ASI.
Sebagian ibu percaya bahwa menyusui dapat membuat bayi mereka bisa tertular SARS-CoV-2 sehingga mereka enggan memberikan ASI. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengatakan sebaliknya.