REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Sejarawan dan Budayawan Betawi.
Sejak Februari 1946 Jakarta diduduki Belanda. Tapi tak semua jengkal tanah, Jakarta terbagi dalam daerah Belanda dan Republik. Orang Betawi menyebutnya kiblik karena sulit mereka mengucapkan republik.
Ada beberapa front republik di Jakarta dan sekitarnya yang terkenal: Front Bekasi pimpinan Kyai Nur Ali, front Klender Haji Darip, front Senen pimpinan Imam Syafi'i, front Tenabang, dan front Tangerang.
Berikut cerita nyata, tentang salah seorg pejuang 45 asli Tanah Tinggi Ka'icang, seperti dituturkan M. Sanif kumdian Letjen M. Sanif.
Markas tentara Belanda di Batalion X Jl Kwini. Ka'icang sendirian masuk ke markas musuh dengan membawa beberapa granat. Granat-granat itu itu dilemparkan ke sasaran. Kedatangan Ka'icang tak terduga, entah dari pintu mana dia masuk. Jelegar jelegur suara granat meledug. Tar tar suara tembakan senapan. Ka'icang rebah tapi tak tewas. Ia dibawa ke CBZ.
Imam Syafi'i pimpinan front Senen dengan beberapa orang pejuang mendatangi CBZ. Mereka mau membawa pulang Ka'icang yang lagi dirawat. Entah dengan cara bagaimana pasien atas nama Ka'icang berhasil dibawa kabur. Pencurian teraneh, tapi halal bahkan wajib, dalam sejarah.
Ka'icang tewas dalam penumpasan pemberontakan PKI di Madiun. Waktu itu dia sdh anggota TNI.
Pada 27 Desember 1949 di Istana Negara dilangsungkan upacara pengakuan kedaulatan RI. Saya baru 7 tahun ikut menyaksikannya diajak paman saya, Cing Jen. Setiba di Istana saya kage: "Cing kok bendera Belanda masih berkibar?"
Cing Jen kemudian jawan: Ntar diturunin, diganti merah putih .
Aku saksikan merah putih biru turun dan merah putih berkibar. Allahu Akbar. Kala itu pun, meski masih bocak, aku terharu.
Merdeka...!