Kamis 19 Aug 2021 14:43 WIB

Beda Nafsu Manusia Saat Berbuat Maksiat dan Taat 

Nafsu manusia cenderung menikmati saat berbuat maksiat

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Nafsu manusia cenderung menikmati saat berbuat maksiat. Ilustrasi berdoa dijauhkan dari maksiat (Ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Nafsu manusia cenderung menikmati saat berbuat maksiat. Ilustrasi berdoa dijauhkan dari maksiat (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, – Islam sangat melarang umatnya untuk berbuat maksiat. Barang siapa yang melakukannya akan mendapatkan siksa di akhirat kelak. Dalam berbuat maksiat, peran nafsu sangat lah jelas.

Sedangkan dalam ketaatan, peran nafsu samar dan sulit untuk diobati. Seorang ulama besar kelahiran Mesir, Ibu Athaillah As Sakandari telah menjelaskan tentang peran nafsu tersebut. Dalam kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah mengungkapkan:

Baca Juga

حظ النفس في المعصية ظاهر جلي وحظها في الطا عة باطن خفي عليه ومداواة ما يخفى صعب علاجه

“Andil nafsu dalam perbuatan maksiat tampak jelas, sedangkan andilnya dalam perbautan taat samar tersembunyi. Mengobati yang tersembunyi itu sangatlah sulit.”

Dalam syarahnya di buku al-Hikam terbitan TuRos, Syekh Abdullah Asy Syarqawi menjelaskan maksud hikmah yang disampaikan Ibnu Athaillah tersebut. 

Menurut dia, andil nafsu dalam maksiat seperti zina sangat jelas, yaitu bagaimana dia menikmati kemaksiatan tersebut. Nafsu tidak pernah meminta umat manusia untuk melakukan maksiat, kecuali untuk menikmatinya sehingga manusia akan akan mengalami bencana dan hukuman.

Sementara itu, andil nafsu dalam ketaatan itu samar dan tersembunyi, tak bisa dilihat, kecuali oleh para pemilik mata batin. Hal itu dikarenakan ketaatan merupakan perkara yang amat berat bagi nafsu.

“Jika nafsu menyuruhmu melakukan ketaatan, kau tidak akan pernah mengetahui perannya di dalamnya, kecuali setelah diteliti dan diamati. Secara kasat mata, nafsu seakan-akan terlihat berperan menggiringmu untuk dekat dengan Allah SWT,” jelas Syekh Abdullah.

Namun di balik itu, lanjutnya, sebenarnya nafsu ingin membuatmu berharap pada penghargaan manusia dan membanggakan kesalehanmu di hadapan orang banyak.

Maka dari itu, kata dia, barang siapa yang menilai diri sendiri, mengevaluasi, dan memperhatikan suara hatinya, akan tampak baginya kebenaran tentang hal ini.    

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement