Selasa 24 Aug 2021 16:48 WIB

Kemendikbudristek: Terus Perkuat Peran Sekolah Inklusif

35 persen anak berkebutuhan khusus di Indonesia belum dapat terlayani dengan baik.

Dua anak berkebutuhan khusus menjalani terapi di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya, Jawa Timur, Rabu (18/1).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Dua anak berkebutuhan khusus menjalani terapi di Sekolah Inklusif Galuh Handayani Surabaya, Jawa Timur, Rabu (18/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Dr. Samto mengatakan dunia, pendidikan berupaya mengubah stigma masyarakat soal penyandang disabilitas melalui kebijakan sekolah inklusif.

“Mulai tahun ini kita sudah mewajibkan seluruh satuan pendidikan, khususnya yang negeri dari penerimaan peserta didik baru (PPDB) ada lima persen untuk anak-anak disabilitas,” kata Samto dalam webinar “Rencana Aksi Nasional: Memasuki Era Perluasan Pembangunan Inklusif Penyandang Disabilitas” secara daring di Jakarta, Selasa (24/8).

Ia mengatakan, sekolah umum harus menerima siswa yang berkebutuhan khusus sesuai dengan kebijakan yang telah dikeluarkan. Namun, bagi sekolah yang tidak memiliki kemampuan untuk melayani diberikan solusi untuk memindahkan siswa tersebut ke sekolah yang lebih mampu.

"Yang penting diterima dulu, kalau tidak, yang penting dilayani. Solusi diberikan pada sekolah yang bisa di kabupaten itu. Jadi tidak ada penolakan kepada anak berkebutuhan khusus. Itu yang kita lakukan melalui PPDB di tahun 2021 ini dan 2022 akan terus begitu,” ujar dia.

Samto menjelaskan, kebijakan tersebut diambil untuk mengatasi masalah kesenjangan dalam aspek pendidikan yang masih dialami oleh penyandang disabilitas. Kesenjangan itu terjadi karena beberapa sekolah umum memiliki keterbatasan untuk mengajar siswa disabilitas dan jumlah sekolah berkebutuhan khusus yang masih terbatas.

Penyebab lainnya dikarenakan beberapa siswa penyandang disabilitas, memiliki kebutuhan khusus yang lebih spesifik dari siswa lainnya seperti siswa berkebutuhan khusus ganda, yakni penyandang tuna netra sekaligus tuna rungu.

Ia mengungkapkan, sebesar 35 persen anak berkebutuhan khusus di Indonesia belum dapat terlayani dengan baik. Hal itu disebabkan karena saat ini hanya ada sekitar 2.500 sekolah berkebutuhan khusus dan sekitar 124 ribu sekolah inklusif yang dapat menerima anak berkebutuhan khusus di luar Sekolah Luar Biasa (SLB) saat ini.

“35 persen yang belum terakomodasi di bidang pendidikan ini terutama kami di Kemendikbud hanya memiliki sekitar 2.500 sekolah berkebutuhan khusus ya,” kata dia menjelaskan jumlah sekolah bagi penyandang disabilitas saat ini.

Samto mengatakan, beberapa provinsi justru ada yang belum memiliki sekolah berkebutuhan khusus seperti Sumatra Utara dan Papua Barat.

“Terutama di Papua Barat. Masih ada 10 kabupaten/kota. Jadi masih banyak yang belum bisa kita berikan layanan kepada anak-anak ini salah satunya pelayanan inklusi di sekolah umum tetapi mereka yang keterbatasan itu sangat rendah artinya terbatas,” kata Samto.

Ia berharap melalui sekolah inklusif, setiap tahunnya semua anak berkebutuhan khusus dapat masuk dan mengikuti semua jenjang pendidikan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement