REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) akan mengerahkan penyuluh agama Islam untuk menyosialisasikan kembali Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, atau Anggota Pengurus Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).
"Ini yang terus kita lakukan. Kementerian Agama dengan Penyuluh Agama, dengan seluruh struktur Kemenag dari pusat hingga daerah, bekerja sama dengan Ormas Islam terus melakukan komunikasi dan sosialisasi terhadap Surat Edaran ini," ujar Ditjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (9/9).
Menurut Kamaruddin, SKB yang ditandatangani Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung ini telah memberikan panduan yang jelas terkait dengan kedudukan Ahmadiyah di Indonesia. Sosialisasi SKB Tiga Menteri ini penting dilakukan menyusul terjadinya kasus perusakan tempat ibadah jamaah Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat oleh sekelompok orang beberapa waktu lalu.
"Kalau surat edaran ini ditaati bersama-sama, sesungguhnya tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Kesungguhan kita kan bagaimana surat edaran ini menjadi panduan bersama, kemudian ditaati bersama," kata dia.
Kamaruddin mengatakan perusakan tempat ibadah jamaah Ahmadiyah sebenarnya bisa dihindari apabila semua pihak menghormati surat edaran yang telah disepakati tersebut. "Sangat jelas sekali apa yang harus dilakukan, Ahmadiyah harus ngapain, masyarakat harus ngapain, dan aparat keamanan harus ngapain, itu sebenarnya jelas dalam surat itu," kata dia.
Ia menegaskan untuk mengatasi permasalahan Ahmadiyah tidak dibenarkan melakukan kekerasan serta tidak boleh main hakim sendiri. Tetapi, di sisi lain, jamaah Ahmadiyah juga harus melaksanakan apa yang tertuang dalam SKB tiga Menteri tersebut.
"Ahmadiyah tidak boleh menyebarkan faham, tafsir agama, ada nabi setelah Nabi Muhammad, tidak boleh dilakukan. Tidak boleh atas dasar hak asasi manusia atas dasar semua orang punya hak dasar yang sama dalam bangsa ini, apa pun itu alasannya tidak boleh. Karena paham itu berpotensi melanggar UU PNPM tentang Penodaan Agama," kata Kamaruddin.
Untuk itu, Guru Besar UIN Alauddin Makassar ini meminta semua pihak menahan diri dan menyelesaikan persoalan dengan baik dan tak melakukan tindakan yang melanggar hukum. "Satu sisi, Ahmadiyah harus menahan diri dan di lain sisi masyarakat khususnya umat Islam juga harus menahan diri untuk tidak melakukan hal anarkis," kata dia.