Kamis 16 Sep 2021 06:22 WIB

Boris Johnson Reshuffle Kabinet

Johnson reshuffle beberapa menteri setelah berbulan-bulan mengkritik kebijakan mereka

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
 Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menghadiri konferensi pers di Downing Street, London, Selasa, 7 September 2021.
Foto: AP/Toby Melville/POOL REUTERS
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menghadiri konferensi pers di Downing Street, London, Selasa, 7 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Boris Johnson memulai reshuffle kabinet. Pemerintah Johnson hendak meningkatkan standar hidup pasca-pandemi Covid-19. Menteri pendidikan akan diganti.

Prioritas pemerintah Inggris Johnson adalah mengatasi ketimpangan regional. Akan tetapi pandemi Covid-19 mengaburkan janji-janji yang ia sampaikan saat ia memenangkan pemilihan di Partai Konservatif pada tahun 2019 lalu.

Baca Juga

Setelah berbulan-bulan mengkritik salah langkah yang dilakukan anggota kabinetnya, Johnson akhirnya memulai proses yang menurut sejumlah pihak ingin ia lakukan beberapa pekan sebelumnya. Johnson membuat perubahan yang ia rasa perlu untuk 'mengangkat' agendanya.

"Kami tahu masyarakat juga ingin kami melaksanakan prioritas mereka dan itulah mengapa perdana menteri ingin memastikan kami memiliki tim yang tepat yang melakukannya," kata juru bicara Johnson, Rabu (15/9).

Seorang sumber dari kantor perdana menteri Inggris mengatakan Johnson akan menunjuk menteri-menteri 'dengan fokus menyatukan dan mengangkat seluruh negeri'.

Gavin Williamson adalah menteri pertama yang mengatakan mundur dari jabatannya sebagai menteri pendidikan. Ia mundur setelah dikritik penanganannya dalam menutup sekolah dan menjalankan ujian selama pandemi Covid-19.

Pada bulan ini Williamson juga dikecam karena tidak bisa membedakan atlet kulit hitam. Ia mengklaim sudah bertemu dengan pemain sepak bola Marcus Rashfor padahal ia bertemu pemain rugbi Maro Itoje.

Desas-desus perombakan kabinet mengenai siapa yang keluar dan siapa yang masuk sudah menyebar selama berpekan-pekan. Beberapa pihak di Partai Konservatif mengindikasi ancaman reshuffle membantu rencana Johnson menaikkan pajak demi mengatasi krisis kesehatan dan membiayai jaminan sosial. Langkah ini didukung partainya setelah dikritik pandemi merugikan lapisan masyarakat ekonomi yang paling rendah.  

Kritik menuduh Johnson sengaja memilih melakukan reshuffle pada hari Rabu untuk membayangi pemungutan suara Partai Buruh di parlemen mengenai keputusan pemerintah mencabut bantuan pada keluarga pendapatan rendah selama pandemi. Sejumlah anggota parlemen khawatir dengan langkah tersebut.

Menteri Keuangan Rishi Sunak duduk di sebelah Johnson di parlemen saat pemerintah menjawab pertanyaan dalam sidang dengar pendapat. Namun Williamson dan Menteri Luar Negeri Dominic Raab yang juga diperkirakan akan turun tidak berada di kursi mereka.

Johnson didesak untuk memecat Raab setelah menteri luar negeri itu kedapatan sedang liburan di Pulau Kreta saat Taliban merebut Kabul. Ia juga diduga tidak membaca ratusan email orang-orang yang meminta bantuan untuk dapat dievakuasi dari Afghanistan.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement