REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) melaporkan Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada kuartal II 2021 mencatat kewajiban neto yang menurun. Penurunan terjadi dari akhir kuartal I 2021 sebesar 267,5 miliar dolar AS (25,2 persen dari PDB) menjadi 264,1 miliar dolar AS (23,8 persen dari PDB).
"Penurunan kewajiban neto tersebut disebabkan oleh peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) yang lebih besar dari peningkatan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN)," ujar Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (24/9).
Posisi AFLN Indonesia yang meningkat, menurut dia, dikontribusikan oleh transaksi aset investasi langsung dan investasi lainnya. Sehingga, di akhir kuartal II 2021 tumbuh 1,2 persen secara kuartalan (qtq), dari 410,2 miliar dolar AS pada akhir kuartal sebelumnya menjadi 415,0 miliar dolar AS.
Selain karena faktor transaksi, peningkatan posisi AFLN juga ditopang oleh faktor revaluasi akibat pelemahan dolar AS terhadap mayoritas mata uang utama dunia dan peningkatan indeks saham di sebagian besar negara penempatan aset.
Sementara itu, Erwin menyebutkan peningkatan posisi KFLN Indonesia disebabkan oleh aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio, sehingga naik 0,2 perseb (qtq) dari 677,7 miliar dolar AS pada akhir kuartal I 2021 menjadi 679,1 miliar dolar AS di triwulan II-2021.
"Posisi KFLN yang meningkat tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi portofolio seiring persepsi positif investor terhadap prospek perbaikan perekonomian domestik," katanya.
Namun, ia menilai peningkatan lebih lanjut tertahan oleh faktor revaluasi negatif atas nilai instrumen keuangan domestik sejalan dengan penurunan harga saham beberapa perusahaan di dalam negeri. BI memandang perkembangan PII Indonesia pada kuartal II 2021 tetap terjaga dan mendukung ketahanan eksternal, tercermin dari struktur kewajiban PII Indonesia yang didominasi oleh instrumen berjangka panjang.
Ke depan, bank sentral meyakini kinerja PII Indonesia akan tetap terjaga sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak pandemi COVID-19 yang didukung sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah, serta otoritas terkait lainnya. "Meskipun demikian, BI akan tetap memantau potensi risiko terkait kewajiban neto PII terhadap perekonomian," tutup Erwin.