REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) merespons pernyataan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga kredit sejak 2020. Hal ini sejalan masih ditahannya suku bunga acuan Bank Indonesia pada level terendah 3,5 persen.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Mucharom mengatakan perseroan telah menyesuaikan suku bunga kredit. Hal ini tercermin dari suku bunga dasar kredit sekitar 2,75 persen pada segmen kredit pemilikan rumah (KPR) dan sebesar 2,95 persen segmen non-KPR.
“Penurunan suku bunga mempertimbangkan beberapa faktor seperti biaya dana, biaya overhead, dan faktor makroekonomi seperti kondisi persaingan pasar dan demand kredit. Suku bunga kredit baru menunjukkan penurunan secara year to date baik kredit produktif maupun konsumtif,” ujarnya ketika dihubungi akhir pekan lalu.
Menurutnya suku bunga acuan Bank Indonesia masih ditetapkan dalam kondisi eksternal yang stabil dan inflasi yang tetap rendah. Adapun kebijakan yang supportive ini akan ditransmisikan oleh perbankan dalam bentuk penyesuaian suku bunga kredit.
“Yang saat ini menjadi langkah lanjutan yang diperlukan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19,” ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Aestika Oryza Gunarto menambahkan sejak 28 Februari 2021 perseroan telah menurunkan SBDK terhadap seluruh segmen seperti korporasi, ritel, mikro, KPR dan non-KPR. “Dengan penurunan yang signifikan atau sebesar 150 bps sampai 325 bps. Lebih jauh lagi, sepanjang 2020 BRI telah menurunkan suku bunganya secara umum sebesar 75 bps sampai 150 bps, bahkan khusus restrukturisasi keringanan suku bunga, BRI menurunkan antara 300 bps sampai 500 bps. Penurunan suku bunga kredit oleh BRI tersebut dilakukan untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional,” ungkapnya.
Aestika mengungkapkan suku bunga pinjaman bukan satu satunya variabel untuk meningkatkan pertumbuhan kredit nasional. Berdasarkan perhitungan model ekonometrika, variabel paling sensitif atau elastisitasnya paling tinggi terhadap pertumbuhan kredit merupakan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.
“Oleh karenanya, BRI berkomitmen untuk menjadi mitra utama pemerintah dalam kaitannya penyaluran bantuan dan stimulus dengan harapan meningkatkan konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat yang pada ujungnya mampu mengerek pertumbuhan kredit nasional,” ungkapnya.
Menurutnya perseroan juga melakukan review suku bunga secara berkala dan membuka ruang penurunan suku bunga kredit. Adapun penurunan suku bunga kredit diproyeksikan tetap terjadi mengikuti proyeksi penurunan suku bunga market/pasar.
“Suku bunga dasar kredit dibentuk melalui beberapa variabel, antara lain harga pokok dana kredit (HPDK), biaya overhead, dan marjin. Spread SBDK dengan suku bunga deposito didominasi oleh komponen overhead cost (OHC). Penurunan OHC terus diupayakan dengan efisiensi dan digitalisasi bisnis proses dalam penyaluran kredit,” ucapnya.