Wamenkumham Ungkap Alasan Korupsi Sulit Diberantas
Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) | Foto: Antara/Aprillio Akbar
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan Ham (wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan alasan pemberantasan korupsi sulit dilakukan di Indonesia. Dia mengatakan, hal tersebut karena kesadaran masyarakat akan hukum yang sifatnya masih heteronom.
"Hal itu menjadi alasan mengapa persoalan korupsi di negeri ini masih tinggi dan sukar diperangi," kata Eddy Hiariej dalam keterangan, Senin (4/10).
Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Menteri Eddy Hiariej dalam Lokakarya Pembangunan ZI Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) Persiapan Desk Evaluasi Tim Penilai Nasional.
Dia menjelaskan, kesadaran heteronom adalah ketaatan yang timbul karena adanya dorongan dari luar yakni adanya sebuah aturan yang memerintah atau melarang.
Dia mengakui bahwa kesadaran masyarakat Indonesia akan hukum sangat baik. "Kita itu mau menaati aturan, kita itu patuh terhadap aturan, karena ada suatu dorongan dari luar, bukan dari hati nurani," katanya.
Pakar hukum dan tata negara UGM itu melanjutkan, orang Indonesia tidak melakukan korupsi bukan karena kesadaran internal diri melainkan karena adanya hukum yang melarang untuk korupsi. Sehingga, sambung dia, apabila hukum tentang korupsi itu dicabut maka korupsi akan berjalan kembali.
Eddy membandingkan dengan masyarakat di Jepang di mana orang menaati hukum sebagai bagian dari dorongan nurani sendiri atau bersifat otonom. Dia mengatakan, apabila aturan tentang larangan korupsi di Jepang dicabut maka mereka tetap tidak akan melakukan korupsi.
Dia berpendapat, kesadaran otonom itu akan muncul jika masyarakat memiliki integritas yang tinggi. Dia melanjutkan, integritas erat kaitannya dengan sumber daya manusia dan hal tersebut akan melahirkan kesadaran hukum yang bersifat otonom, bukan heteronom.
"Integritas adalah kata kunci utama untuk memerangi korupsi," tegasnya.
Dia melanjutkan, kunci lain di samping integritas adalah transparansi dan akuntabilitas. Eddy menekankan bahwa ketiga kunci itu mutlak hadir dalam pemberantasan korupsi di seluruh kementerian dan lembaga.
Eddy menegaskan tiga hal tersebut juga disinggung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam hal peperangan terhadap korupsi. Dia melanjutkan, konvensi PBB mengamanatkan tiga kata kunci tersebut.