REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak jatuh hampir dua persen pada akhir perdagangan Rabu (5/10), mundur dari tertinggi multi-tahun, karena kenaikan tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS. Ini mendorong pembeli untuk mengambil keuntungan setelah melonjak baru-baru ini.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember anjlok 1,48 dolar AS atau 1,8 persen menjadi menetap di 81,08 dolar AS per barel, setelah menguat mencapai 83,47 dolar AS, tertinggi sejak Oktober 2018. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November jatuh 1,50 dolar AS atau 1,9 persen menjadi ditutup di 77,43 dolar AS per barel, setelah mencapai 79,78 dolar AS, tertinggi sejak November 2014.
Persediaan minyak mentah AS naik 2,3 juta barel pekan lalu, terhadap ekspektasi untuk penurunan moderat 418.000 barel, kata Departemen Energi AS. Persediaan bensin juga naik, sementara persediaan distilat turun hanya sedikit.
"Kami melihat beberapa aksi ambil untung karena minyak telah naik secara signifikan," kata Gary Cunningham, direktur Tradition Energy di Stamford, Conn.
Harga patokan global Brent telah melonjak lebih dari 50 persen tahun ini, menambah tekanan inflasi yang dapat memperlambat pemulihan dari pandemi COVID-19. Gas alam telah melonjak ke rekor puncak di Eropa dan harga batu bara dari eksportir utama juga mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
Lonjakan terbaru dalam harga minyak mentah telah didukung oleh penolakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya untuk meningkatkan produksi dan kekhawatiran tentang pasokan energi yang ketat secara global. Pada Senin (4/10), OPEC, Rusia dan sekutu lainnya, yang dikenal sebagai OPEC Plus, memilih untuk tetap dengan rencana untuk meningkatkan produksi secara bertahap. Mereka tidak meningkatkannya lebih jauh seperti yang telah didesak oleh Amerika Serikat dan negara-negara konsumen lainnya.
Produksi AS meningkat menjadi 11,3 juta barel per hari, pulih dari penutupan terkait badai lebih dari sebulan yang lalu menjadi rebound mendekati level tertinggi pandemi tetapi masih jauh dari rekor 13 juta barel per hari yang ditetapkan pada 2019. Dengan perusahaan serpih membatasi pengeboran untuk berkonsentrasi pada pengembalian investor, produksi AS belum mengimbangi pengurangan oleh OPEC Plus.