Kamis 14 Oct 2021 10:20 WIB

AS: Pintu Diplomatik Negosiasi Nuklir Iran akan Segera Tutup

Jalur diplomatik untuk membahas program nuklir Iran akan segera ditutup AS

Red: Christiyaningsih
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan  melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS).  Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Jendela (jalur) diplomatik untuk membahas program nuklir Iran akan segera ditutup karena para pemimpin Teheran menolak untuk datang ke meja perundingan, ungkap Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pada Rabu.

Berbicara kepada wartawan setelah pertemuan tingkat tinggi dengan menlu Israel dan Uni Emirat Arab, menlu AS itu mengatakan "waktu hampir habis" untuk sama-sama kembali mematuhi Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) 2015 saat Iran terus melakukan program nuklirnya.

Baca Juga

“Kami semakin dekat ke titik di mana kembali mematuhi JCPOA tidak dengan sendirinya merebut kembali manfaat dari JCPOA, dan itu karena Iran telah menggunakan waktu ini untuk mengembangkan program nuklirnya dalam berbagai cara," kata Blinken.

“Setiap hari berlalu, dan penolakan Iran untuk terlibat dengan itikad baik, landasan pacu semakin jadi pendek,” tekan dia.

Blinken dan Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid memperingatkan "pilihan lain" jika Teheran tidak mengubah arah, dan Tel Aviv tidak ragu untuk mengambil opsi itu.

Presiden AS Joe Biden telah berusaha untuk membawa AS dan Iran kembali untuk saling mematuhi JCPOA, yang menempatkan rezim inspeksi internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya pada program nuklir Iran dengan imbalan miliaran dolar bantuan dari sanksi internasional. Upaya untuk kembali ke kepatuhan telah ditentang keras oleh Israel.

Mantan presiden Donald Trump secara sepihak menarik AS dari pakta tersebut pada 2018 dan melanjutkan untuk mengambil kampanye "tekanan maksimum" terhadap Teheran agar membawa Iran kembali ke meja perundingan dengan menerapkan kembali sanksi dan menambahkan sanksi baru.

Iran, sebagai pembalasan, memutuskan mundur dari komitmennya dalam perjanjian dan kini masih tidak mematuhi perjanjian tersebut.

Pembicaraan putaran keenam yang bertujuan mengembalikan AS dan Iran untuk saling mematuhi di bawah pakta yang berakhir pada Juni di Wina, tetapi bulan itu Presiden Ebrahim Raisi, seorang tokoh yang lebih garis keras dibandingkan dengan pendahulunya, terpilih dan menjabat lantas dia menangguhkan partisipasi Teheran dalam negosiasi tersebut.

Hossein Amir-Abdollahian, menteri luar negeri Raisi, mengatakan pada 6 Oktober bahwa Iran sedang menyelesaikan persiapan untuk melanjutkan pembicaraan di Wina, tetapi tidak menawarkan batas waktu kapan itu mungkin terjadi. "Dalam waktu dekat kami akan memutuskan persyaratan kembali ke negosiasi," kata Amir-Abdollahian di Moskow setelah bertemu dengan sejawatnya dari Rusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement