REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani menjelaskan kesepakatan normalisasi tahun lalu antara Israel dan negara-negara Arab tidak sesuai dengan kebijakan negaranya. Hal ini karena mereka tidak menawarkan prospek untuk mengakhiri pendudukan Israel.
Dilansir dari Al Arabiya, Kamis (14/10), pejabat itu mengatakan tidak mungkin mengandalkan normalisasi ekonomi dengan Israel selama pendudukannya atas tanah Palestina masih ada.
“Mengenai kebijakan luar negeri kami, langkah-langkah Kesepakatan Abraham tidak sesuai dengan kami. Saat ini, kami belum melihat perilaku dan sikap yang tepat dari Israel untuk mencapai solusi damai dengan Palestina. Saya tidak berpikir Qatar akan mengambil langkah ini, untuk menormalkan hubungan," katanya.
Pernyataan Al-Thani ini dikatakan selama Forum Keamanan Global 2021 yang diselenggarakan oleh Doha. Perjanjian normalisasi tahun lalu meresmikan hubungan antara negara Yahudi dan UEA dan Bahrain, kemudian diikuti oleh Sudan dan Maroko. Mereka adalah yang pertama terjadi dengan negara-negara Arab sejak Mesir dan Yordania membuat kesepakatan damai dengan Israel masing-masing pada 1979 dan 1994.
Kesepakatan normalisasi secara universal ditolak oleh faksi-faksi Palestina dan memicu protes demokrasi pro-Palestina di seluruh dunia. Normalisasi hubungan diplomatik yang dilakukan oleh empat negara Arab, yaitu Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko serta satu negara non-Arab Bhutan menjadi kado pahit bagi Palestina di tahun 2020. Kelima negara yang berdamai dengan Israel itu menandakan pengakuan resmi terhadap kedaulatan negara Yahudi itu.
Langkah yang diambil kelima negara tersebut menjadi pukulan telak bagi inisiatif perdamaian yang diimpikan rakyat Palestina. Kesepakatan negara-negara Arab dengan Israel itu dipandang sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina dan rakyatnya.