REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terkait lamanya imunitas para penyintas COVID-19 ini banyak dilakukan berbagai negara. Salah seorang dokter spesialis paru mengatakan imunitas alami yang terbentuk dalam tubuh para penyintas COVID-19 mampu bertahan tiga hingga 12 bulan sejak dinyatakan pulih.
"Hasilnya bervariasi sekali," kata Ketua Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan di pelatihan awak media terkait obat dan vaksin yang diselenggarakan BPOM dan diikuti via Zoom di Jakarta, Selasa (19/10).
Erlina mengatakan penyintas memiliki antibodi yang terbentuk secara alami karena faktor pertahanan tubuh dari serangan virus. Jumlah antibodi yang terbentuk pun tidak bertahan lama, tergantung pada tingkat keparahan pasien.
"Semakin bertambah waktu, imunitas alami dia akan semakin turun, bahkan habis," katanya.
Dokter spesialis paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu menyebut lamanya waktu imunitas alami bervariasi antara tiga hingga 12 bulan. "Tapi rata-ratanya delapan bulan. Tapi dilihat lagi pada saat dia sakit," katanya.
Jika pasien COVID-19 hanya sakit ringan saja, maka antibodi yang terbentuk juga sedikit. Itu berlaku sebaliknya, kata Erlina.
"Makanya diberikan vaksin COVID-19 pada penyintas diprioritaskan setelah tiga bulan," katanya.
Dia mengatakan sebetulnya pemberian vaksin kepada penyintas dalam waktu yang berdekatan pun tidak berbahaya bagi keselamatan pasien. Alasannya, ketentuan itu didasari keterbatasan jumlah vaksin di Tanah Air.
"Sebetulnya pemberian vaksin pada penyintas tidak ada bahayanya. Kenapa patokan tiga bulan dan sekarang dimajukan sampai satu bulan lebih, arahnya adalah ketersediaan vaksin yang terbatas," katanya.
Namun, Erlina mengingatkan selagi penyintas tidak mengalami long COVID-19, maka boleh saja divaksinasi dan itu tidak berbahaya. "Kalau yang dirawat tiga bulan dan ringan gejalanya, sebulan sudah boleh divaksinasi," katanya.