REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Antonio Conte akhirnya resmi menggantikan Nuno Espirito Santo sebagai pelatih Tottenham Hotspur.
Rekam jejak pelatih asal Italia dalam urusan raihan trofi bersama klub yang dibesutnya membuat suporter Spurs mulai berani merajut optimisme soal kemampuan tim kesayangannya mengakhiri puasa gelar, yang terentang sejak 2008 silam.
Maklum, selain Inter Milan, Conte selalu mampu mempersembahkan raihan trofi pada musim debutnya saat menangani klub-klub raksasa.
Di bawah kendalinya, Juventus mengawali dominasi di pentas Serie A dengan raihan Scudetto pada musim 2011/2012. Itu menjadi Scudetto perdana I Bianconeri setelah empat musim promosi dari Serie B buntut skandal Calciopoli.
Pun kala ditunjuk menukangi Chelsea pada awal musim 2016/2017. Conte membawa The Blues merajai Liga Primer Inggris pada akhir musim 2016/2017.
Sedangkan di Inter Milan, Conte mempersembahkan titel Scudetto buat La Beneamata pada musim keduanya, tepatnya pada musim lalu. Namun, berbeda dari tiga klub tersebut, Conte menangani Spurs saat musim kompetisi telah berjalan.
Alhasil, eks pelatih timnas Italia itu hanya akan mendapatkan skuad warisan dari pelatih sebelumnya. Sorotan akhirnya tertuju pada kemampuan Conte untuk memaksimalkan barisan pemain Spurs, setidaknya hingga bursa transfer Januari mendatang.
Dengan barisan pemain yang ada, eks pelatih Bari itu diharapkan bisa mengangkat performa The Lilywhites, yang saat ini terkapar di peringkat kesembilan klasemen sementara usai menelan lima kekalahan dari tujuh laga terakhir di Liga Primer Inggris.
Sejumlah media asal Inggris menyebut, seperti halnya suppoter Spurs, skuad The Lilywhites juga ikut menyambut baik kehadiran Conte tersebut, tidak terkecuali Harry Kane.
Pemain bintang Spurs itu dikabarkan cukup antusias untuk bisa bekerjasama dengan Conte. Bahkan, kehadiran Conte dapat menjadi kunci dari kelanjutan kiprah striker berusia 28 tahun itu bersama Spurs.
Kendati akhirnya bertahan di Spurs, Kane sepertinya sudah tidak memiliki motivasi untuk memperkuat klub asal London Utara tersebut.
Kegagalan Kane untuk hijrah dari Spurs pada awal musim ini, termasuk kemungkinan memperkuat Manchester City, kabarnya menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya performa kapten timnas Inggris tersebut.
Kane tercatat baru mengemas satu gol dan satu assist dari sembilan penampilan di pentas Liga Primer Inggris musim ini. Total, dari 14 penampilan di semua ajang pada awal musim ini, Kane hanya menorehkan tujuh gol.
Kini, salah satu pelatih yang dinilai bisa memaksimalkan kemampuan Kane sebagai pendulang gol sudah berada di kursi pelatih Spurs. Kembali pada 2017 silam, Conte sempat menyebut, Kane merupakan salah satu penyerang terbaik di dunia.
Penilaian pelatih berusia 52 tahun itu pun terbukti. Pada musim lalu, Kane mampu tampil begitu tajam dengan torehan 23 gol dan mengantarkannya meraih gelar top skorer Liga Primer Inggris.
Belum lagi dengan pemberi assist terbanyak di Liga Primer Inggris musim lalu dengan koleksi 14 assist. Kane pun mengakhiri kompetisi musim lalu dengan koleksi 33 gol dari 49 penampilan di semua ajang.
Kane bisa dibilang menjadi senjata utama Conte untuk bisa mengangkat performa Spurs pada sisa musim ini. Saat menjadi komentator di gelaran Euro 2020, Conte sudah memiliki bayangan soal posisi terbaik Kane di lini serang.
Alih-alih menginstruksikan Kane untuk ikut menjemput bola dan terlibat aktif dalam membangun serangan, Conte menilai, kemampuan terbaik Kane justru berada di dalam kotak penalti.
''Tentu, dia bisa ikut membangun serangan. Namun, dia sangat tajam dan klinis di dalam kotak penalti. Jika saya menjadi pelatihnya di dalam sebuah tim, saya akan tetap menempatkannya di kotak penalti. Dia memiliki daya penghancur yang cukup besar di posisi itu,'' kata Conte pada saat itu seperti dikutip Mirror.
Selain gandrung dengan formasi tiga bek, Conte memang dikenal sebagai pelatih yang gemar memainkan penyerang tengah secara tradisional. Di Chelsea, Conte menunjuk Diego Costa untuk melakoni peran ini.
Sementara pada musim debutnya menangani Juventus, Conte mengandalkan Alessandro Matri. Di Inter Milan, eks pelatih Siena itu memilih Romelu Lukaku. Kecenderungan ini kemudian diperkuat dengan kemampuan Conte dalam meningkatkan performa dan memaksimalkan kemampuan seorang striker.
Peningkatan performa Romelu Lukaku di Inter Milan dapat menjadi contoh teranyar kemampuan Conte tersebut. Terbilang gagal di Manchester United setelah hanya mengemas 42 gol dari 96 laga di semua ajang, Lukaku kemudian bekerjasama dengan Conte di Inter Milan.
Hasilnya, penyerang asal Belgia itu menggelontorkan 64 gol dari 95 laga selama dua musim membela I Nerazzurri. Dalam sebuah wawancara, Lukaku pun sempat mengungkapkan peran besar Conte dalam meningkatkan kemampuannya sebagai penyerang tengah. Conte, tutur Lukaku, mampu memberikannya pemahaman baru dalam mencetak gol.