Kamis 04 Nov 2021 19:12 WIB

Al Farmadi, Guru Sufi di Balik Kepakaran Imam Ghazali

Al Farmadi dikenal sebagai sosok yang mempunyai ketajaman hati

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Al Farmadi dikenal sebagai sosok yang mempunyai ketajaman hati. Ilustrasi untuk kelembutan hati.
Foto: Thoudy Badai/Republika
Al Farmadi dikenal sebagai sosok yang mempunyai ketajaman hati. Ilustrasi untuk kelembutan hati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Abu Ali Al Fadl bin Muhammad Al Tusi Al Farmadi adalah seorang guru sufi yang terkenal sebagai salah satu Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah. Dia adalah seorang sufi dan guru dari Imam Al Ghazali yang kata-katanya menembus hati.

Abu Ali Al Farmadi lahir pada 407 Hijriyah di Tus dan wafat di kota yang sama pada 477 Hijriyah. Nama Al Farmadi sendiri merujuk pada sebuah desa di kota tua Tus, Khurasan Iran. 

Baca Juga

Dalam pengantar buku “Resep Bahagia Imam Al Ghazali” terbitan Turos Pustaka, Ustadz Arrazy Hasyim menjelaskan, Abu Ali Al Farmadi adalah seorang tokoh yang menjadi titik terang untuk mengenal sanad keilmuan Al Ghazali dalam tasawuf.

Imam Az Zahabi menyebut Al Farmadi dengan Syekh ‘ashrihi (guru besar di masanya), bahkan syekh as-Syuyukh (guru daripada guru-guru). 

Menurut Ustadz Arrazy, Abu Ali Al Farmadi dikenal dengan sufi yang kata-katanya menembus hati, susunan ibaratnya yang rapi, dan analog kalamnya yang apik.

Al Farmadi berguru selama di Naisapur kepada Imam Abu Al Qasim Al Qusyairi. Selain belajar, dia juga mengabdi kepada gurunya tersebut sehingga mencapai kemajuan spiritual yang tinggi. Setelah itu, Al Farmadi kemudian pindah ke Tus dan berguru kepada Abu Al Qasim Al Karkani.

Melalui gurunya tersebut, Al Farmadi mendapatkan ketajaman hati dan kelembutan kalam sehingga masyhur di kalangan ulama, dan kemudian dinikahkan dengan putri Abu Al Qasim Al Karkani. Setelah itu, baru lah dia kembali ke Naisapur lagi untuk menyebarkan ilmu kepada kaum awam, ulama, rakyat, dan para pemimpin.

Sejarawan Ibnu Al Jauzi menyebutkan bahwa Abu Ali Al Farmadi lebih disegani para pemimpin di Naisapur melebihi guru-gurunya. Apabila dia hadir di suatu pertemuan yang disertai raja, maka raja tersebut akan memberikan tempat duduknya kepada Al Farmadi. Hal ini dikarenakan keberaniannya menasihati para pemimpin, sedangkan guru-gurunya lebih banyak memuji mereka.

Sementara itu, sanad keilmuan Al Farmadi dilestarikan di kalangan sufi yang berafiliasi dengan Tarekat Naqsyabandiyah. Oleh karena itu, Tarekat Naqsyabandiyah yang ada dan berkembang pada masa ini adalah tarekat yang memiliki jalur sanad keilmuan kepada Abu Ali Al Farmadi.      

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement