Kamis 18 Nov 2021 22:13 WIB

Janji Nadiem tak Membiarkan Intoleransi di Dunia Pendidikan

Dia tak ingin masa depan korban-korban dari tindakan intoleran terancam karena trauma

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim. Nadiem berjanji tidak akan membiarkan intoleransi terjadi di dunia pendidikan.
Foto: BKHM Kemendikbudristek
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim. Nadiem berjanji tidak akan membiarkan intoleransi terjadi di dunia pendidikan.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ronggo Astungkoro

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, menegaskan, dia tidak akan membiarkan segala bentuk intoleransi terjadi di dalam sistem pendidikan Indonesia. Dia tak ingin masa depan korban-korban dari tindakan intoleran terancam karena adanya trauma yang terjadi.

Baca Juga

"Masa depan dia (korban) terancam, dengan adanya trauma yang diakibatkan dosa besar tersebut," ujar Nadiem dalam siaran pers, Kamis (18/11).

Dia menyampaikan hal tersebut sebagai bentuk upaya Kemendikbudristek untuk menghapus tiga dosa besar di dunia pendidikan, yaitu intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual. Menurut Nadiem, hal yang harus disiapkan sebelum pembelajaran adalah perasaan aman. "Prakondisi dari pembelajaran adalah perasaan aman psikologis bagi para murid dan guru-gurunya," ungkap Nadiem.

Lebih lanjut Nadiem mengatakan, hubungan psikologis antara guru, orang tua, dan teman di sekitar kampus, memegang peranan penting dalam keberlangsungan ekosistem pembelajaran yang kondusif. Oleh karena itu, ekosistem yang tidak kondusif seperti hal-hal intoleran yang terjadi di dalamnya, tidak boleh dibiarkan ada di lingkungan pendidikan.

Nadiem menerangkan, kebijakan Kemendikbudristek juga merambah pada nilai-nilai keberagaman dan toleransi. Menurut dia, hal tersebut dapat terlihat pada program Kampus Merdeka dan pertukaran pelajar, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

"Mereka (mahasiswa) akan praktik langsung mengenai toleransi dalam kerukunan antaragama (dari program ini),” jelas Nadiem.

Demikian juga pada kebijakan Asesmen Nasional (AN). Dia menyatakan, kebijakan tersebut adalah inisiatif Kemendikbudristek dalam mewujudkan lingkungan belajar yang bebas dari diskriminatif. Dalam menghasilkan pemetaan yang objektif, mekanisme AN dilakukan melalui teknik sampling untuk mengambil data yang dibutuhkan.

Pertanyaan yang tersaji tidak hanya sebatas numerasi dan literasi, namun survei karakter dan lingkungan belajar.  Mendikbudristek menyampaikan, pada AN murid dan guru akan ditanyakan mengenai nilai pancasila dan tingkat keamanan mereka di lingkungan sekolah. Dengan demikian, upaya mewujudkan profil pelajar Pancasila dapat dilakukan.

Menurut Mendikbudristek, berbagai cara dapat dilakukan untuk menanamkan toleransi. Guru dapat dijadikan panutan dalam bertoleransi yang ditujukan kepada anak didiknya untuk merangkul seluruh keberagaman yang ada.

Lebih lanjut, Nadiem menyatakan, pihaknya selalu memperjuangkan hak-hak kemerdekaan beragama, baik itu bagi peserta didik dan tenaga pendidik. Salah satu tujuan transformasi Merdeka Belajar adalah profil pelajar Pancasila.

"Dualisme nilai Profil Pelajar Pancasila, keimanan Ketuhanan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, serta berkebinekaan global, menjadi esensi kemanusiaan untuk dapat berkompetisi dan berinteraksi dalam dunia global,” jelas dia.

Senada dengan itu, Sekretaris Umum (Katib Aam) PBNU, Yahya Cholil Staquf, mengatakan, keberagaman merupakan hal yang wajar terjadi dalam kehidupan sehari-hari, siapapun berhak memiliki cara pandang yang berbeda tentang suatu kebajikan. Satu sama lain tidak boleh memaksakan kehendak atas kepercayaan yang dianut, dan setiap orang harus diperlakukan secara adil dan setara.

“Peniadaan prasangka, tidak boleh ada paksaan. Kita harus berbuat adil kepada sesama, ini merupakan basis ajaran fundamental dalam Islam,” tutur dia.

Kemudian, rohaniwan Katolik, Franz Magnis Suseno, menambahkan, pengenalan terhadap latar belakang orang lain diperlukan supaya masing-masing individu dapat saling menghormati keyakinan satu sama lain. Franz mengingatkan agar seluruh lapisan masyarakat mawas diri dengan keragaman yang terjadi di sekitarnya.

"Tidak selalu yang berbeda itu mengancam, mencurigakan, atau membahayakan. Meskipun tingkat kewaspadaan juga harus senantiasa kita utamakan," terang dia.

Selain itu Sekretaris Jenderal Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Endang Retno Lastani, menyampaikan, dengan menjadi pancasilais berarti itu adalah wujud toleransi. Karena itu, sebagai bagian dari masyarakat, keluarga harus mengajarkan dan menghargai perbedaan, melakukan interaksi dan berkenalan dengan orang yang berbeda-beda.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement