Senin 29 Nov 2021 22:33 WIB

Tren Pencurian Data Harus Jadi Perhatian Bersama

Hal ini disebabkan transformasi digital tidak diiringi pengamanan yang memadai.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Pencurian data (ilustrasi). Pencurian data harus jadi perhatian bersama.
Pencurian data (ilustrasi). Pencurian data harus jadi perhatian bersama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata Deputi IV, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Edit Prima mengatakan, serangan siber yang saat ini menjadi tren sektor keuangan, antara lain pencurian data nasabah atau pengguna, pencurian saldo atau uang dari nasabah, serta penyebaran malware.

Pencurian data atau data bridge adalah pelepasan data sensitif, rahasia, atau data yang terproteksi. "Selain karena pandemi, Indonesia juga semakin diuji dengan banyaknya kasus kebocoran data dan melibatkan ratusan data pengguna digital seperti e-commerce, fintech, asuransi juga bank yang dijual forum dark web secara bebas," ucap Edit dalam webinar Digital Economic in Collaboration: The Importance of Cyber Security To Protect Financial Sector in The New Age yang diselenggarakan The Finance, Senin (29/11).

Baca Juga

Menurutnya, berbagai kasus kebocoran data yang terjadi dalam satu tahun terakhir menunjukkan pencurian data telah menjadi tren dan hal ini perlu menjadi perhatian dan fokus bersama. Hal ini juga menunjukkan pengamanan data masih lemah yang bisa diakibatkan oleh kurangnya security awareness, kelemahan sistem, kelemahan prosedur atau ketidaktaatan dalam menjalankan prosedur pengamanan data.

"Ke depan perlu upaya lebih serius dalam mengamankan data dari upaya pencurian oleh penjahat siber," ucap dia.

Dia menyebut kasus pencurian saldo nasabah atau pengguna yang diakibatkan oleh lemahnya sistem elektronik pelaku usaha di sektor keuangan. Hal ini disebabkan oleh upaya percepatan transformasi digital, tapi tidak diiringi oleh upaya pengamanan yang memadai terhadap sistem elektronik.

"Pencurian saldo atau uang elektronik nasabah adalah upaya phising atau cyber fraud yang kerap terjadi masyarakat. Insiden ini lebih dikarenakan minimnya kesadaran terhadap keamanan informasi atau siber masyarakat," ucap dia.

Menurutnya, penyebaran malware atau ransomware juga marak terjadi masa pandemi. Penjahat siber akan memeras korban untuk meminta uang tebusan agar file atau data penting korban yang terserang ransomware dapat dipulihkan kembali.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement