REPUBLIKA.CO.ID, MERAUKE -- Siang itu, 27 November 2021, sehabis makan siang, Hendrina Dian Kandipi memesan tiga potong keladi tumbuk dari Warung Makan Neng Ndi, Merauke, Papua untuk camilan di hotel. Saat pesanan Hendrina dibungkus, seorang pelanggan datang dan memesan makanan yang sama.
Tentu saja ia pulang dengan tangan hampa, karena keladi terakhir sudah dipesan Handrina. Kami bertujuh datang di warung milik warga Merauke keturunan Papua-Jawa-Madura itu.
"Neng Ndi itu singkatan dari Neneng Ndiken," ujar Neneng Ndiken, pemilik warung, kepada Republika.co.id.
Ada satu loyang keladi tumbuk siang itu yang kami habiskan saat makan siang di warung ini. Untuk membuatnya, keladi dikupas lalu direbus hingga masak, ditumbuk sampai halus, dan dicampur dengan santan kelapa.
Setelah itu, keladi tumbuk disimpan di cetakan hingga mendingin, baru kemudian dipotong-potong. Keladi tumbuk pun siap disantap.
Keladi tumbuk bisa disantap dengan sayur bunga pepaya atau sayur jantung pisang maupun kakap kuah kuning. Neng Ndi hanya menyediakan kakap kuah kuning, karena kakap kuah bening kurang laku.