Jumat 03 Dec 2021 18:44 WIB

Beda Aturan Impor, Pusbarindo: Bawang Putih Bisa Langka

Perbedaan aturan dapat memunculkan importir baru yang ingin mengimpor tanpa RIPH.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Bawang putih impor.
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Bawang putih impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) mengeluhkan perbedaan aturan mekanisme impor bawang putih antara Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Perbedaan kebijakan tersebut, dikhawatirkan bakal berdampak pada kelangkaan pasokan impor.

Ketua Pusbarindo, Valentino, menjelaskan dalam beleid terbaru Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, penerbitan persetujuan impor (PI) bawang putih tidak memerlukan rekomendasi impor produk hortikultura (RPIH) yang diterbikan Kementan.

Baca Juga

Sementara itu, Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pertanian yang juga baru diterbikan tetap mewajibkan RIPH bagi importir bawang putih dalam proses mekanisme impor.

"Ada aturan yang berbeda dari dua kementerian ini dan mengakibatkan pelaku usaha bingung karena dualisme," kata Valentino di Jakarta, Jumat (3/12).

Valentino mengatakan, dualisme kebijakan itu disayangkan karena merupakan aturan turunan dari Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja. Di mana regulasi itu ditujukan untuk menyederhakan regulasi yang tumpang tindih.

Ia melanjutkan, perbedaan kebijakan itu juga dapat mengundang munculnya importir-importir baru yang ingin melakukan importasi tanpa mengurus RIPH. Hal itu dinilai tidak adil bagi perusahaan importir bawang putih yang sudah sejak lama beroperasi dan patuh melalkukan wajib tanam bawang putih sebagai syarat mendapatkan RIPH dari Kementan.

"Ini akan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat karena mereka yang akan impor tanpa wajib tanam untuk dapat RIPH lebih ringan dari segi biaya. Sedangkan yang selama ini patuh wajib tanam biayanya mahal. Itu tidak adil," kata Pusbarindo.

Namun di sisi lain, kendati melakukan importasi bawang putih tanpa mengurus RIPH rawan terkena masalah hukum. Hal itu berkaca pada kebijakan relaksasi bawang putih 2020 di mana Kemendag membebaskan syarat RIPH untuk mendapatkan izin impor sementara Kementan tetap mewajibkan RIPH.

Saat itu, ada 34 importir yang langsung mendatangkan bawang putih tanpa RIPH dari Kementan dan terkena masalah hukum serta masih berproses hingga saat ini. "Jadi mau yang mana? Tanpa RIPH nanti kena kasus hukum lagi, tapi kalau impor dengan RIPH harus ikut wajib tanam dan butuh biaya besar. Akhirnya importir jadi takut terkena masalah," katanya.

Hal itu, tegas Valentino bakal mengakibatkan rendahnya importasi bawang putih yang dilakukan pengusaha karena dampak dualisme kebijakan dan takut tersandung masalah hukum. Hingga saat ini ia menuturkan juga belum ada anggota Pusbarinto yang mengajukan izin impor bawang putih untuk tahun depan.

Dikhawatirkan pasokan bawang putih dalam negeri menjadi langka dan mengakibatkan lonjakan harga hingga di tingkat konsumen. "Kalau tidak ada sinkronisasi kebijakan antara dua Kementan dan Kemendag jangan salahkan kami kalau nanti tidak ada bawang putih dan harga melonjak. Terutama saat Ramadhan dan Idul Fitri 2022 karena kita tidak bisa jamin," kata Valentino. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement