Komnas Perempuan Desak RUU TPKS Segera Disahkan
Red: Ratna Puspita
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mendesak pemerintah dan legislatif agar segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ilustrasi | Foto: Foto : MgRol112
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mendesak pemerintah dan legislatif agar segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Pengesahan RUU TPKS yang meneguhkan komitmen negara dalam pelaksanaan tanggung jawab pemulihan korban merupakan sebuah langkah mendesak.
Menurut dia, kematian tragis NWR semestinya menjadi pelajaran bagi upaya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan agar ke depannya menjadi lebih baik. "Kasus ini merupakan alarm keras pada kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia yang membutuhkan tanggapan serius dari aparat penegak hukum, pemerintah, legislatif dan masyarakat," kata Andy dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/12).
Kasus NWR merupakan salah satu dari 4.500 kasus kekerasan terhadap perempuan yang diadukan ke Komnas Perempuan dalam periode Januari-Oktober 2021. Menurut dia, jumlah ini dua kali lipat lebih banyak dari jumlah kasus yang dilaporkan ke Komnas Perempuan pada 2020.
"Lonjakan pengaduan kasus telah kami amati sejak tahun 2020. Dengan sumber daya yang sangat terbatas, Komnas Perempuan berpacu untuk membenahi sistem untuk penyikapan pengaduan, mulai dari verifikasi kasus, pencarian lembaga rujukan dan pemberian rekomendasi," katanya.
Banyaknya pelaporan kasus mengakibatkan antrean panjang prosedur pelaporan kasus sehingga penanganan kasus pun menjadi terlambat. Andy mengatakan NWR, korban kekerasan seksual di Mojokerto, pernah mengadukan kasusnya kepada Komnas Perempuan pada pertengahan Agustus 2021.
Komnas Perempuan berhasil menghubungi NWR pada 10 November 2021 untuk memperoleh informasi yang lebih utuh atas peristiwa yang dialami, kondisi dan harapan NWR. Komnas Perempuan telah berupaya menjangkau korban melalui aplikasi WhatsApp dan sempat direspons korban untuk menanyakan prosedur pengaduan.
"Juga melalui telepon, tetapi tidak terangkat," katanya.
Pada saat berhasil dihubungi, korban menyampaikan bahwa ia berharap masih bisa dimediasi dengan pelaku dan orang tuanya dan membutuhkan pertolongan konseling karena dampak psikologi yang dirasakannya. Setelah mendengarkan keterangan korban, Komnas Perempuan kemudian mengeluarkan surat rujukan pada 18 November 2021 kepada P2TP2A Mojokerto.
"Karena kapasitas psikolog yang terbatas dan jumlah klien yang banyak maka penjangkauan tidak dapat dilakukan sebanyak yang dibutuhkan, tetapi juga sudah dilakukan dan dijadwalkan kembali di awal Desember," katanya.
Namun, takdir berkata lain. NWR memutuskan mengakhiri hidupnya pada 2 Desember 2021.