Selasa 21 Dec 2021 10:45 WIB

39 Ribu Situs Tiru Web Facebook dan WhatsApp, Jadi Target Phising

Orang membuat web palsu untuk mencuri data pengguna Facebook dan WhatsApp.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Dwi Murdaningsih
Facebook. Orang membuat web palsu untuk mencuri data pengguna Facebook dan WhatsApp.
Foto: EPA
Facebook. Orang membuat web palsu untuk mencuri data pengguna Facebook dan WhatsApp.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Meta mengumumkan pada Senin (21/12) bahwa mereka menggugat orang-orang yang berada di balik skema phishing yang mencuri nama pengguna dan kata sandi dari platform. Gugatan tersebut diajukan di pengadilan federal di California Utara.

Sejak 2019, lebih dari 39 ribu situs web telah dibuat yang meniru halaman login Facebook, Instagram, Messenger, dan WhatsApp. Meta tidak mengetahui oknum di balik serangan phishing. Namun, mereka mengatakan situs web palsu merupakan upaya untuk menipu penggunanya agar memasukkan nama pengguna dan kata sandi mereka.

Baca Juga

Gugatan Meta merupakan cara jaringan media sosial terbesar di dunia mencoba memberantas phishing, praktik di mana penyerang akan membuat situs web atau email palsu untuk menipu pengguna agar memberikan informasi pribadi mereka.

“Laporan serangan phishing telah meningkat di seluruh industri dan kami mengambil tindakan ini untuk mengungkap identitas orang-orang di balik serangan itu dan menghentikan perilaku berbahaya mereka,” kata Direktur Platform dan Litigasi Meta Jessica Romero, dilansir CNet, Selasa (21/12).

Pada bulan Juli, Kelompok Kerja Anti-Phishing mencatat sebanyak 260.642 serangan phishing, total bulanan tertinggi dalam sejarah pelaporan. Menurut laporan tersebut, serangan phishing meningkat dua kali lipat sejak tahun 2020.

Menurut laporan gugatan, terdakwa yang tidak disebutkan namanya dapat menyembunyikan identitas mereka dengan menggunakan layanan yang disediakan oleh perusahaan teknologi Ngrok yang berbasis di San Diego untuk mengganti lalu lintas internet ke situs web phishing mereka dengan cara menggelapkan tempat situs web mereka.

Dalam gugatan, perusahaan menduga bahwa para terdakwa melanggar persyaratan layanan jaringan sosial, Undang-Undang Anti-Phishing California dan undang-undang federal yang melarang pelanggaran merek dagang. Namun, Ngrok tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Gugatan itu termasuk tangkapan layar halaman login yang mirip dengan halaman login Facebook, Instagram, Messenger dan WhatsApp tetapi menggunakan URL Ngrok. Beberapa situs palsu menggunakan bahasa Inggris dan Italia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement