'Perlindungan Data Pribadi Jadi Katalisator Pertumbuhan Industri Digital'
Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi data pribadi | Foto: Pikist
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepercayaan dan keamanan di ekosistem digital perlu dikawal dalam proses transformasi dan akselerasi digital. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat bahwa selama Januari-Oktober 2021 tercatat ada 1.191.320.498 serangan siber yang terjadi di Indonesia, meningkat 140,51 persen dibandingkan tahun 2020 yang mencapai angka 495.337.202. Persentase peningkatan ini menunjukan bahwa semakin tinggi perkembangan digitalisasi maka akan semakin tinggi pula ancaman sibernya.
Dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai sektor digital, keamanan digital menjadi salah satu faktor yang sangat penting. Co-Founder dan CEO VIDA, Sati Rasuanto menjelaskan kepercayaan digital (digital trust) merupakan hal yang fundamental bagi pelaku bisnis digital.
Kepercayaan digital merupakan kepercayaan konsumen untuk melakukan berbagai proses bisnis dan aktivitas digital seperti bertransaksi di dunia digital. Sehingga, kepercayaan digital akan mempengaruhi pertumbuhan industri digital. Karena jika tidak ada kepercayaan digital, maka industri digital tidak akan dapat bertumbuh.
"Bagi pelaku industri digital, data merupakan sumber kehidupan, sementara intinya ada pada kepercayaan digital. Kepercayaan digital yang didapat akan mempengaruhi keberlangsungan industri," kata Sati dalam siaran pers, Senin (27/12).
Tak dapat dipungkiri, kejahatan siber yang marak terjadi belakangan ini telah meresahkan masyarakat. Kejahatan siber seperti penggunaan identitas secara ilegal telah merugikan berbagai pihak dan bisa berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan digital masyarakat. Oleh karena itu, perlindungan data pribadi menjadi hal penting untuk mendapatkan kepercayaan digital.
Baru-baru ini Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) meluncurkan sebuah pedoman kode etik perlindungan data pribadi dan kerahasiaan data di sektor fintech. Sebuah pedoman yang diharapkan dapat memberikan kepercayaan digital melalui perlindungan data pribadi.
Deputy Secretary General IV & Head of The Personal Data Protection Task Force AFTECH, Sati Rasuanto, menjelaskan, tujuan dari dibuatnya kode etik tersebut adalah untuk memberikan kepastian kepada konsumen bahwa data-data mereka aman pada saat melakukan transaksi di platform fintech.
"Hal ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri fintech secara menyeluruh dan menunjukan komitmen bertanggung jawab dalam berinovasi kepada pemerintah dan pelaku jasa keuangan lainnya, karena kode etik ini dibuat atas masukan dan dialog dari berbagai stakeholder termasuk regulator," katanya.
Kode etik perlindungan data pribadi dan kerahasiaan data selaras dengan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang kini tengah dibahas oleh pemerintah. Sejak 2019, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memasukan RUU PDP dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR RI. Regulasi ini diharapkan bisa menjadi pedoman bagi pelaku industri digital dan masyarakat pada umumnya dalam menggunakan dan menjaga kerahasiaan data pribadi.
Sati mengatakan dengan adanya regulasi yang mengatur secara khusus perlindungan data pribadi dapat meningkatkan kepercayaan digital. "Seiring dengan RUU PDP yang sedang dalam proses finalisasi dan Kode Etik Perlindungan Data Pribadi yang baru saja dikeluarkan oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), diharapkan keduanya bisa menjadi panduan bagi industri digital untuk meningkatkan kepercayaan digital. Jika semua pihak terutama pelaku bisnis digital dapat menjalankan regulasi ini dengan baik tentunya akan mampu membantu meningkatkan kepercayaan digital yang pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan bisnis mereka," kata Sati.