Selasa 28 Dec 2021 04:50 WIB

Dua Legislator PDIP Kritik Kebijakan Anies Soal UMP, Kadisnaker: Tak Ada Revisi Lagi

Anies meneken kepgub tentang revisi upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Antara/ Red: Mas Alamil Huda
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menemui massa buruh disela aksi unjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta, beberapa waktu lalu. Legislator PDIP mengkritik kebijakan Anies yang menaikkan UMP DKI 5,1 persen.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menemui massa buruh disela aksi unjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta, beberapa waktu lalu. Legislator PDIP mengkritik kebijakan Anies yang menaikkan UMP DKI 5,1 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, diketahui telah meneken Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2022 tentang revisi upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2022. Dalam keputusan tersebut, Anies menetapkan jika UMP DKI 2022 resmi naik senilai 5,1 persen atau sekitar Rp 4.641.854.

“UMP DKI Tahun 2022 mulai berlaku terhitung sejak tanggal 1 Januari 2022 dan berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun,” kata Anies dalam kepgub yang diteken Kamis (16/12) lalu, dikutip Senin (27/12).

Baca Juga

Oleh sebab itu, para pengusaha, kata Anies, dalam surat itu, wajib menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah di perusahaan. Utamanya, dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas sebagai pedoman upah bagi pekerja. “Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari UMP tadi,” lanjut Anies.

Kendati demikian, pengusaha yang telah melebihi nilai UMP yang dimaksud tadi, dilarang Anies untuk menurunkan atau mengurangi upah. Apabila terjadi, pihak dia akan menindak dengan sanksi dan ketentuan perundang-undangan.

Dia menambahkan, pihaknya juga akan meningkatkan kesejahteraan pekerja melalui pemberian Kartu Prakerja Jakarta dengan berbagai manfaat. Di antaranya, bantuan layanan transportasi, penyediaan pangan dengan harga murah dan biaya personal pendidikan.

“Dengan syarat pekerja yang memiliki KTP daerah dengan besaran gaji paling besar senilai 1,15 kali UMP dan tidak dibatasi masa kerja,” tuturnya.

Dia menyebut, revisi dalam keputusan ini sudah resmi. Sehingga, Kepgub Nomor 1395 tentang UMP 2022 sebelumnya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. “Keputusan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2022,” jelas dia.

Keputusan Anies terkait UMP ini dipersoalkan beberapa politisi. Komisi B DPRD DKI Jakarta mendalami dasar revisi kenaikan UMP DKI Jakarta 2022 dari 0,8 persen menjadi 5,1 persen dengan meminta pemaparan dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi).

Koordinator Komisi B DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi yang juga politikus PDIP mengatakan, penjelasan Disnakertrans diperlukan mengingat berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, mengamanatkan rata-rata kenaikan UMP hanya sebesar 1,09 persen.

"Jadi kami minta Pak Andri Yansyah (Kepala Disnakertransgi) memberikan penjelasan sejelas-jelasnya dengan rasional terkait kenaikan UMP ini," kata Prasetyo di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (27/12).

Penjelasan tersebut dibutuhkan, kata Prasetyo, karena masih banyak pengusaha yang belum stabil keuangannya atau sedang berjuang pemulihan pascapandemi Covid-19. "Karena efeknya ini sampai ke pedagang warteg dan usaha-usaha kecil. Saya kasihan kepada buruh juga, tetapi sekarang kita juga harus sadar, kita baru menghadapi pandemi yang sangat luar biasa. Nah kita harus berikan yang rasional. Saya minta dasarnya apa kebijakan ini," katanya.

Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta, Pandapotan Sinaga, menyatakan tidak pernah menghalangi kenaikan UMP DKI Jakarta menjadi 5,1 persen, alih-alih 0,85 persen sesuai PP Nomor 36 Tahun 2021. Namun demikian, ia mempertanyakan proses kenaikan UMP tersebut yang dinilai minim kajian.

Udah ada nggak kajian untuk penentuan ini, nggak ada kajian kan dari Pak Andri (Kadisnaker DKI) sama sekali?” kata Pandapotan saat mencecar Kadisnaker DKI di rapat Komisi B DPRD DKI.

Menurut dia, tidak akan jadi masalah jika DKI bahkan mampu melampaui Bekasi dalam persoalan UMP. Kendati demikian, dia meminta ada kejelasan mekanisme dari Pemerintah Provinsi DKI dalam menaikkan UMP tersebut. 

“Artinya Pak, ini kan Pemprov DKI punya jajaran yang sangat banyak, yang bisa meneliti, bisa lah buat kajian,” lanjut dia. 

Dia juga mengaku kecewa pada Pemprov DKI yang baru membagikan dokumen Kepgub DKI Jakarta Nomor 1517 Tahun 2022 tentang revisi UMP DKI Jakarta 2022. Menurut dia, kepgub yang telah ditandatangani pada 16 Desember itu, sangat keliru jika baru dibagikan dalam rapat panggilan Disnaker DKI oleh Komisi B itu.

“Ada apa sebenarnya ditutup-tutupi, kenapa setelah rapat ini baru kita tahu SK ini melanggar?” tanya dia.

 

Tak ada lagi revisi

Kepala Disnakertransgi DKI Jakarta Andri Yansyah menegaskan, perubahan kenaikan upah minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta menjadi sebesar 5,1 persen tidak diputuskan sepihak. Keputusan tersebut melibatkan beberapa pihak, termasuk pengusaha.

Andri mengatakan, sebelum menetapkan perubahan kenaikan UMP, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan pembicaraan di Dewan Pengupahan yang dihadiri oleh unsur pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. "Tidak ada sepihak. Penetapan ini didasarkan pembicaraan di dewan pengupahan yang dihadiri oleh unsur pemerintah, serikat, dan pengusaha," ujar Andri.

Andri mengakui, pada saat perundingan, memang tidak ada kesepakatan antarunsur terkait kenaikan UMP sebesar 5,1 persen. Meski begitu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tetap mengubah kenaikan UMP menjadi sebesar 5,1 persen atau senilai Rp 225.667 berdasarkan sejumlah kajian.

Kajian tersebut meliputi kebijakan Bank Indonesia (BI) yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 4,7 persen sampai dengan 5,5 persen, prediksi inflasi yang akan terkendali sekitar 3 persen (2-4 persen) dan proyeksi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) yang memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 sebesar 4,3 persen.

"Pak Gubernur sesuai dengan ketentuan harus menetapkan sepakat atau tidak sepakat, angka yang dirumuskan di depan dewan pengupahan antara pemerintah, asosiasi, dan serikat itu harus diputuskan," katanya.

Andri mencontohkan, setiap tahun sebelum atau setelah pandemi Covid-19, kenaikan UMP selalu mendapatkan penolakan dari pihak terkait. Meski demikian, Pemprov DKI harus tetap memutuskan kenaikan besaran UMP sesuai dengan kajian.

"Selama ini tidak ada kesepakatan, bukan hanya tahun 2022, ini tahun kemarin 2021 ada kesepakatan enggak? Tidak. Artinya kami tetap melibatkan dewan pengupahan, tetapi kesepakatan untuk tidak sepakat dalam setiap kali dewan pengupahan itu tetap dilaksanakan," ujar Andri.

Karena itu, Andri Yansyah menegaskan, keputusan Pemprov DKI Jakarta mengubah kenaikan UMP tahun 2022 sebesar 5,1 persen sudah final. Dia menyebutkan, pihaknya tidak akan merevisi besaran kenaikan UMP DKI Jakarta sebesar 5,1 persen atau senilai Rp 225.667.

Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1517 tentang UMP Tahun 2022 yang diteken Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 16 Desember 2021. SK tersebut resmi berlaku mulai 1 Januari 2022.

Andri menjelaskan, dalam SK tersebut ada kebijakan kenaikan UMP sebesar 5,1 hanya bagi sektor usaha yang mengalami pertumbuhan saat pandemi Covid-19. "5,1 tidak direvisi kembali, tetapi dalam SK tersebut diberikan ruang terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak mengalami pertumbuhan pada saat pandemi Covid-19," ujarnya.

Meski begitu, Andri belum bisa menjelaskan nilai kenaikan UMP DKI Jakarta Tahun 2022 bagi sektor yang terdampak Pandemi Covid-19. "Bagi pengusaha yang memang nggak tumbuh akan dibahas lagi di Dewan Pengupahan," katanya.

Bila menilik dari SK Gubernur DKI Nomor 1517 yang diterbitkan Anies pada Diktum Ketiga diwajibkan bagi pengusaha untuk menerapkan UMP di perusahaan sesuai dengan kemampuan dan produktivitas. "Pengusaha wajib menyusun dan menerapkan struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas sebagai pedoman upah bagi pekerja/buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih," bunyi Diktum Ketiga SK tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement