REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyatakan mendukung penyusunan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Menurut dia, aturan tersebut akan dapat melindungi korban kekerasan seksual, termasuk di sekolah dan kampus.
"Sesuai yang disampaikan Pak Presiden, kami mendukung penyusunan RUU TPKS oleh DPR yang sampai hari ini prosesnya masih berjalan," ungkap Nadiem dalam konferensi pers daring, Senin (10/1). Nadiem menyampaikan, peraturan yang sudah digodok sejak beberapa tahun terakhir tersebut dapat menjadi landasan hukum yang bisa melindungi korban kekerasan seksual jika sudah final nanti. Dia berharap, peraturan tersebut dapat mencegah terjadinya tindakan kekerasan seksual di masyarakat.
"Diharapkan dapat mencegah tindak kekerasan seksual di masyarakat, termasuk di sekolah dan kampus. Sekarang waktunya kita bergerak bersama memberantas kekerasan seksual sehingga anak-anak kita bisa belajar, beraktivitas, di mana pun dengan aman," kata Nadiem.
Di samping itu, dia juga menanggapi hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengenai Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS). Nadiem menyatakan, pihaknya akan terus mendorong sosialisasi peraturan yang dia terbitkan pada 2021 lalu itu.
"Temuan SMRC memberikan gambaran dan membantu kami menentukan langkah selanjutnya dalam implementasi Permendikbudristek PPKS. Target selanjutnya, tahun ini semua perguruan tinggi di Indonesia memiliki Satgas PPKS," terang dia.
Nadiem mengungkapkan, sudah ada banyak kampus yang langsung menindaklanjuti Permendikbudristek PPKS dengan melakukan diskusi untuk membedah isinya, melakukan sosialisasi, hingga sudah memulai proses pembentukan Satgas PPKS. Namun, kata dia, pada dasarnya Kemendikbudristek ingin peraturan itu diimplementasikan secara kolaboratif.
"Tidak hanya di kampus, tapi masyarakat umum. Bersama-sama kita memerangi kekerasan seksual," jelas Nadiem.
Dia juga menerangkan, proses penyusunan peraturan itu cukup panjang dan tak dilakukan secara sendirian. Selama kurang lebih 1,5 tahun pihaknya melakukan pengumpulan data dan melakukan diskusi-diskusi secara internal. Pihaknya juga mengadakan puluhan kali diskusi proses uji publik dan harmonisasi yang melibatkan perguruan tinggi, kementerian lembaga, hingga jaringan masyarakat sipil.
"Sampai hari ini kami terus menerima masukan sebagai bahan pertimbangan kami ke depan bagaimana peraturan ini mendorong pendidikan yang merdeka dari kekerasan seksual," ungkap Nadiem.