Kamis 13 Jan 2022 18:19 WIB

Rusia: Pembicaraan Nuklir Iran Alami Kemajuan

AS mengizinkan Korea Selatan (Korsel) mengirim setidaknya 63 juta dolar ke Iran.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.
Foto: ap/Planet Labs Inc.
Foto satelit dari Planet Labs Inc. menunjukkan fasilitas nuklir Natanz Iran pada hari Rabu, 14 April 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia mengatakan, negosiasi pemulihan kesepakatan nuklir Iran atau dikenal dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) mengalami kemajuan. Kendati demikian, Moskow menyebut diskusi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang sulit masih berlangsung.

“Kami melakukan diskusi produktif tentang masalah paling sulit yang tersisa untuk diselesaikan,” kata kepala negosiator nuklir Rusia, Mikhail Ulyanov, setelah bertemu Utusan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk Iran Robert Malley, Rabu (12/1/2022), dikutip laman BNN Bloomberg.

Baca Juga

Komentar Ulyanov muncul setelah AS mengizinkan Korea Selatan (Korsel) mengirim setidaknya 63 juta dolar ke Iran yang sebelumnya dibekukan oleh sanksi. Dana itu memang hak Iran karena mereka mengekspor minyak ke Negeri Ginseng. Meski jumlahnya terbilang kecil, langkah itu dinilai sebagai sebuah pencapaian baru.

Sama seperti Ulyanov, baru-baru ini Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian pun mengatakan, beberapa kemajuan telah tercapai dalam pembicaraan pemulihan JCPOA. Kendati demikian, dia menyebut, konsensus para pihak untuk menghidupkan kembali JCPOA masih terbilang jauh. “Sedikit kemajuan (dalam negosiasi) telah dicapai pada akhir Desember (2021). Tapi kami masih jauh dari menyelesaikan negosiasi ini,” kata Le Drian saat menghadiri rapat dengar pendapat dengan parlemen Prancis, Selasa (11/1/2022).

Le Drian menjelaskan, saat ini pembicaraan pemulihan JCPOA masih berlangsung, walaupun perkembangan atau kemajuannya sangat lambat. “(Kelambatan) itu menciptakan celah yang membahayakan peluang menemukan solusi yang menghormati kepentingan semua pihak,” ucapnya.

Pembicaraan pemulihan JCPOA yang digelar di Wina, Austria, sudah memasuki putaran kedelapan. Pada sisi Iran, putaran ini merupakan yang perdana di bawah pemerintahan Presiden Ebrahim Raisi. Dalam putaran terbaru, Teheran dilaporkan menambahkan beberapa tuntutan ke sebuah teks kerja.

Sejauh ini, Iran masih menolak pertemuan langsung dengan perwakilan Amerika Serikat (AS). Dengan demikian, pihak lainnya, yakni Inggris, Cina, Prancis, Jerman, dan Rusia, harus bolak-balik antara kedua pihak tersebut.

JCPOA terancam bubar setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik negaranya dari kesepakatan tersebut pada November 2018. Trump berpandangan JCPOA "cacat" karena tak turut mengatur tentang program rudal balistik dan peran Iran di kawasan. Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran. Sejak saat itu Iran tak mematuhi ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement