REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pencopotan AKP Eko Marudin dari jabatannya sebagai Kasatreskrim Boyolali dinilai sudah tepat. Menurut pengamat kepolisian, hal ini memang sudah sepatutnya dilakukan oleh Kapolda Jawa Tengah untuk menindak anggotanya dan untuk mengindari konflik kepentingan.
“Terkait pencopotan kasatreskrim, sudah benar dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan dalam penyelidikan,” kata Pengamat Kepolisian Bambang Rukmianto, Selasa (18/1).
Bambang juga berharap kasus seperti ini tidak lagi terjadi untuk mencegah krisis kepercayaan masyarakat pada institusi kepolisian. Selain itu, Bambang menilai agar pendidikan gender dapat ditanamkan dan masuk dalam kurukulum polisi.
“Problem pelecehan pada perempuan ini memang terkait dengan perspektif banyak personel kepolisian dalam melihat kasus-kasus kekerasan seksual baik fisik maupun verbal. Makanya memang pendidikan gender harus masuk dalam kurikulum pendidikan polisi,” jelasnya.
Selain itu Bambang meminta agar anggota polisi yang diduga melakukan tindakan tidak senonoh kepada korban, tidak hanya mendapatkan hukuman kode etik, namun bisa dikenakan pidana untuk mengembalikan wibawah kepolisian. “Untuk personel yang melakukan pelecehan atau kekerasan seksual, hukumannya jangan sekedar etik, tetapi bisa diarahkan ke pidana. Ini sekaligus untuk memberikan efek jera bagi personel lainnya, dan mengembalikan wibawa aturan internal Polri. Karena kasus seperti ini terus-terusan terulang lagi,” tuturnya.
Bambang juga mengingatkan Propam Polri agar kasus ini tidak berujung pada barter, mengingat suami korban juga dalam jeratan polisi karena kasus perjudian. “Dan propam harus mengawal kasus ini jangan sampai terjadi fenomena barter kasus dengan kasus pidana yang lain (suami korban) yang pada akhirnya sama-sama dilepaskan,” ujarnya.