Jumat 21 Jan 2022 14:54 WIB

Korban Penipuan Pembelian Apartemen 45 Antasari Sambangi Polda Metro

Ratusan pembeli merasa ditipu karena apartemen yang dijanjikan 2017 belum terbangun.

Rep: Ali Mansur/ Red: Erik Purnama Putra
Perwakilan pembeli Apartemen 45 Antasari yang mangkrak menggelar konferensi pers menuntut pengembang PT. Prospek Duta Sukses (PDS) untuk mengembalikan uang pembelian dengan total ratusan miliar rupiah, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/1).
Foto: Republika/Ali Mansur
Perwakilan pembeli Apartemen 45 Antasari yang mangkrak menggelar konferensi pers menuntut pengembang PT. Prospek Duta Sukses (PDS) untuk mengembalikan uang pembelian dengan total ratusan miliar rupiah, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah perwakilan pembeli unit Apartemen Antasari 45 di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan (Jaksel) mendatangi Polda Metro Jaya untuk menanyakan perkembangan laporan soal dugaan kasus penipuan. Laporan mereka teregister di nomor LP/5187/VIII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ tertanggal 31 Agustus 2020 dengan pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 416 KUHP.

"Beberapa perwakilan dari pembeli Apartemen Antasari 45 yang mana sudah lebih dari setahun melaporkan ke pihak Polda Metro Jaya. Di sini ditangani oleh Fismondev Ditreskrimsus tapi sampai saat ini tidak ada kabarnya. Kalau boleh dibilang ya ngambang aja ngga jelas gitu," ujar kuasa hukum korban, Utomo A Karim saat ditemui di Markas Polda Metro Jaya, Semanggi, Jaksel, Kamis (20/1).

Baca Juga

Menurut Utomo, laporannya itu sudah hampir 1,5 tahun berlalu, tapi belum menunjukan progres apapun. Padahal, kliennya sudah merugi atas tindakan PT Prospek Duta Sukses (PDS) selaku pengembang apartemen. Dia menyebut, hampir 800 orang yang membeli unit apartemen sejak 2014 merasa tertipu. Hal itu lantaran hingga saat ini, apartemen yang dijual yang tak kunjung dibangun oleh pengembang.

"Kalau yang kena tipu jumlah pembelinya ada 700 lebih. Kurang lebih 700 hampir 800 (pembeli). Uangnya yang sudah masuk itu Rp 591 miliar, terang Utomo.

Dalam perkara tu, menurut Utomo, PT PDS menawarkan perdamaian kepada para konsumen tersebut. Namun, para korban menilai dalam surat perdamaian itu sangat memberatkan pembeli unit karena tidak ada jaminan apartemen bakal dibangun. Bahkan, sambung dia, uang para korban yang sudah disetorkan terancam hangus.

"Tolong lah, kasihan para korban ini. Bahkan sudah ada yang meninggal, sakit, dan sebagainya. Sementara developer PT PDS senang aja dia ngantongin duit Rp 591 miliar," tutur Utomo.

Karena itu, Utomo meminta Polda Metro Jaya untuk segera menindaklanjuti laporan yang menimpa para korban penipuan tersebut. Dia berbarap agar kasus itu segara dituntaskan dan para pelaku ditetapkan tersangka. Kemudian, ia juga meminta maaf telah memviralkan perkara itu agar bisa dilihat pihak yang berkepentingan, terutama penyidik Polda Metro Jaya.

"Ini ada apa dengan pihak Ditreskrimsus. Padahal di sini Kapolri sudah bilang ya kan, kalau di bawah tidak bisa, kepalanya dipotong kan begitu bahasanya Kapolri.  Apakah harus menjadi viral dulu baru diurus?," kata Utomo menegasan.

Kasus itu bermula lantaran sekitar 210 pembeli Apartemen 45 Antasari menuntut pengembang PT PDS untuk mengembalikan uang pembelian sekitar Rp 164 miliar. Para pembeli merasa dirugikan setelah pengembang tak kunjung menyelesaikan pembangunan apartemen yang dijanjikan rampung pada Oktober 2017 lalu.

"Sampai dengan 2022, apartemen yang berlokasi di Jalan Pangeran Antasari Nomor 45, Cilandak, Jakarta Selatan ini hanya berbentuk lima lantai basement, jadi lima lantai ke bah atau ke dalam tanah," kata salah satu pembeli, Benyamin Wijaya saat konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/1).

Mangkraknya pembangunan Apartemen 45 itu, kata Benyamin, berpotensi total kerugian yang dialami seluruh konsumen mencapai Rp 591,9 miliar. Angka kerugian ini berasal dari seluruh pembayaran yang sudah dibayarkan 775 pembeli untuk 923 unit kepada PT PDS.

Benyamin melanjutkan, sekitar 210 pembeli apartemen yang menolak perjanjian damai dari PT PDS menemukan sejumlah kejanggalan dalam permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Permohonan PKPU sendiri dilayangkan oleh Eko Aji Saputra yang mengaku PT PDS memiliki utang Rp 2,2 miliar kepadanya dengan mengikutkan Cheffry yang mengaku sebagai kreditur lain dalam permohonan tersebut.

"Kita sudah menelusuri dua orang ini (Eko dan Aji), Eko mengaku KTP-nya dipinjam sama bosnya. Jadi hanya modal Dua KTP yang juga bukan pembeli bisa mengajukan PKPU," kata Benyamin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement