REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri menyatakan akan memetakan masjid-masjid di Indonesia untuk mencegah penyebaran paham radikalisme dan terorisme di Indonesia. Hal ini pun mendapat respons dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerja Sama Internasional Pimpinan Pusat Muhammadiyah Wachid Ridwan mengatakan, sebenarnya Muhammadiyah tidak masalah dengan langkah yang akan dilakukan Polri tersebut. Asalkan, kata dia, hal itu dilakukan secara terbuka.
“Dari Muhammadiyah sendiri saya kira tidak masalah dengam mau mapping atau apa lah istilahnya, yang penting harus ada keterbukaan, harus ada komunikasi yang baik,” ujar Wachid saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (30/1).
Menurut dia, untuk melakukan pemetaan masjid tersebut juga butuh sinergi dan kerja sama antara penegak hukum dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga yang terdiri dari berbagai macam ormas Islam di Indonesia.
“Saya kita itu penting. Karena, sebagai elemen bangsa, salah atu ormas modern Muhamamdiyah tentu akan mendukung setiap langkah untuk perbaikan umat dan bangsa,” ucap Wachid.
Sebelumnya, Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Polri, Brigjen Pol Umar Effendi mengatakan, pemetaan masjid merupakan salah satu upaya menangkal penyebaran terorisme. Hal itu disampakan dalam Halaqah Kebangsaan bertema Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstremisme dan Terorisme yang digelar MUI, Rabu (26/1).
Wachid Ridwan juga turut hadir dalam acara tersebut sebagai Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, dia mengaku tidak terlalu fokus saat Brigjen Pol Umar Effendi menyampaikan pernyataan itu.
“Jadi, sebenarnya statement itu di luar dari teks Kapolri yang beliau (Umar) bacakan di dalam acara pembukaan kita itu. Jadi, mapping masjid, tentu yang dimaksudkan tidak oleh Polri sendiri, dan itu perlu kerjasama dengan MUI,” kata Wachid.