REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin Covid-19 Moderna, yang juga dijuluki "Spikevax," telah menerima persetujuan resmi dari Badan Pengawas Obat & Makanan AS (FDA) dan tidak lagi bergantung pada otorisasi penggunaan darurat (EUA). Hal ini juga menjadikan Spikevax sebagai vaksin Covid-19 kedua yang menerima persetujuan FDA, setelah vaksin "Comirnaty" Pfizer pada Agustus 2021.
Menurut pengumuman tersebut, “Persetujuan Spikevax didasarkan pada evaluasi dan analisis FDA terhadap data keamanan dan efektivitas tindak lanjut dari uji klinis acak. Analisis itu seperti kontrol plasebo, penglihatan, mendukung EUA Desember 2020 untuk Moderna dan informasi dari pengalaman setelah EUA untuk lebih menginformasikan keamanan dan efektivitas.
Pengujian FDA dilakukan terhadap lebih dari 14.000 orang yang diberi Spikevax dan lebih dari 14.000 diberi plasebo. Semua peserta setidaknya berusia 18 tahun atau lebih, dan tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi sebelumnya. Hasilnya, vaksin itu 93 persen efektif dalam mencegah Covid-19 dan 98 persen efektif dalam mencegah gejala parah.
FDA menyatakan bahwa pengujian lanjutan menunjukkan hanya 55 kasus Covid-19 pada kelompok yang divaksinasi, dan 744 kasus pada kelompok yang diberi plasebo. Padahal tercatat juga bahwa data yang digunakan dikumpulkan sebelum varian Omicron muncul pada November 2021.
Beberapa efek samping umum yang dilaporkan dengan Spikevax selama analisis termasuk rasa sakit dan kemerahan atau bengkak di tempat suntikan, sakit kepala, nyeri otot atau sendi, dan mual atau muntah.