REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, terdapat penurunan produksi padi atau gabah kering giling (GKG) yang diikuti turunnya produksi beras selama 2021. Penurunan produksi itu lantaran penurunan luas panen sepanjang tahun lalu yang disebabkan faktor cuaca hingga serangan hama di persawahan.
Berdasarkan penghitungan BPS, total produksi GKG sepanjang tahun lalu sebanyak 54,42 juta ton, turun 230 ribu ton atau sekitar 0,43 persen dari produksi 2020 yang sebesar 54,65 juta ton.
"Penyumbang utama penurunan produksi padi terbesar adalah di Sumatra Selatan, Lampung, dan Jawa Timur," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto, dalam konferensi pers, Selasa (1/3/2022).
Ia menjelaskan, penurunan produksi GKG di Sumatra Selatan mencapai 6,95 persen dari tahun 2020. Sementara di Lampung dan Jawa Timur masing-masing turun 6,22 persen dan 1,56 persen.
Meski begitu, juga terdapat provinsi yang masih bisa mencapai kenaikan produksi. Di antaranya Jawa Tengah yang naik 1,36 persen serta produksi GKG di Papua yang meningkat sekitar 7,46 persen.
Seiring penurunan GKG, maka produksi beras sebagai produk jadi yang siap dikonsumsi masyarakat juga ikut menurun. Setianto menyampaikan, total produksi beras tahun 2021 mencapai 31,36 juta ton turun 0,45 persen dari tahun 2020 yang sempat mencapai 31,50 juta ton.
Penurunan angka produksi beras berdasarkan hasil survei konversi gabah ke beras yang dilakukan BPS tahun 2018. Setianto menambahkan, penghitungan produksi beras dari 2020 ke 2021 juga dihitung ulang menggunakan konversi susut/tercecer gabah berdasarkan neraca bahan makanan (NBM) periode 2018-2020.
Ia menjelaskan, penurunan produksi tidak lepas dari adanya penurunan luas panen padi tahun lalu. Sebagai catatan, luas lahan baku sawah nasional sebesar 7.463.948 hektare (ha) yang menjadi dasar perhitungan luas panen padi sekaligus
"Luas panen padi angka tetap dari hasil survei kerangka sampel area (KSA) tahun 2021 ini mencapai 10,41 juta ha atau mengalami penurunan 2,3 persen dari luas panen padi 2020 yang sebesar 10,66 juta ha," kata Setianto.
Sejumlah faktor diakui menghambat kegiatan produksi yang alhasil berdampak pada menyusutnya luas panen. "Penurunan ini karena terjadi kemarau yang lebih tinggi di bulan Agustus-September 2021. Ini menyebabkan kekeringan yang berdampak pada luas panen padi yang jauh lebih rendah dari bulan yang sama tahun 2020," katanya.
Tak hanya itu, musim kemarau lantas mendorong para petani untuk mengalihkan tanaman selain padi yang lebih tahan pada kondisi kering.
Selain soal kekeringan, sejumlah bencana alam turut mengganggu produksi padi. Di erupsi Gunung Semeru yang terjadi pada awal tahun 2021 serta serangan hama di area persawahan juga ditemukan pada sejumlah sentra.
Memasuki akhir tahun 2021 tepatnya Oktober-Desember, intensitas curah hujan cukup tinggi yang juga berdampak pada bencana banjir di sejumlah daerah yang menjadi sentra pertanaman padi.