REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kota Palu Arfan mengatakan, persoalan kemiskinan dan pengangguran masih menjadi masalah utama yang terus diupayakan dapat diselesaikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Palu. Pascabencana gempa, tsunami, dan likuefaksi pada 2018 ditambah pandemi Covid-19 telah menyebabkan banyak orang di ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) itu jatuh miskin dan kehilangan pekerjaan sehingga menganggur.
Ia menjelaskan, masalah pengangguran Kota Palu tercermin dari tingkat pengangguran terbuka (TPT), yang pada 2020 TPT Kota Palu mencapai 16.960 orang.
"Pada tahun 2021 TPT Kota Palu turun menjadi 15.302 orang atau berkurang 1.658 orang yang sudah mendapat pekerjaan," kata dia Kamis (3/3/2022).
Begitu pula penduduk miskin. Pada 2020, jumlah penduduk miskin di Palu berjumlah 26.890 orang dan pada tahun 2021 naik menjadi 28.600 orang.
"Memang pertumbuhan ekonomi Kota Palu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), yang pada 2019 5,79 persen, pada 2020 terkontraksi menjadi minus 4,54 persen, salah satu faktor utama yang menyebabkan kontraksi adalah pandemi Covid-19," katanya.
Pemerintah Kota Palu dan stakeholder terkait berupaya mengatasi berbagai masalah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Kota Palu terkontraksi itu. "Pada 2021 dicoba diupayakan oleh berbagai pihak agar didongkrak dengan cara melibatkan semua stakeholder untuk memperbaiki masalah pada 17 lapangan usaha yang menjadi indikator penilaian pertumbuhan ekonomi Kota Palu lewat berbagai regulasi yang dibuat," ujarnya.
Pada 2021, Arfan mengatakan, pertumbuhan ekonomi Kota Palu dapat kembali positif pada angka 5,97 persen meski angka tersebut tergolong masih rendah.