Rabu 09 Mar 2022 13:21 WIB

Pertama Sejak 2005, Komisioner HAM PBB Akan Kunjungi Xinjiang pada Mei 2022

Komisioner HAM PBB Michelle Bachelet akan mengunjungi Cina pada Mei mendatang.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Jorge Silva/Pool Photo/picture alliance
Jorge Silva/Pool Photo/picture alliance

Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet mengatakan dalam pertemuan Dewan HAM PBB pada hari Selasa (08/03) bahwa dia akan melakukan perjalanan ke Cina pada bulan Mei mendatang. Ini merupakan perjalanan pertama tim HAM PBB ke Cina sejak terakhir kalinya pada tahun 2005 silam. Bachelet akan bertemu dengan para pejabat negara itu serta akan melawat ke provinsi Xinjiang.

"Saya senang mengumumkan bahwa kami baru-baru ini mencapai kesepakatan dengan pemerintah Cina untuk melakukan kunjungan," kata Bachelet di Jenewa. Negosiasi untuk kunjungan semacam itu telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Bachelet mengumumkan bahwa tim pendahulu akan melakukan perjalanan ke Cina pada bulan April untuk mempersiapkan kunjungannya. Juru bicaranya mengatakan otoritas Cina telah berjanji untuk memastikan Bachelet memiliki "akses tak terbatas ke berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil" selama kunjungannya ke Xinjiang. Bachelet mengatakan Badan HAM PBB, OHCHR, dan Beijing telah "memulai persiapan konkret untuk kunjungan yang diperkirakan berlangsung pada Mei."

Bachelet mengatakan dia prihatin dengan perlakuan terhadap individu yang secara terbuka mengangkat masalah hak asasi manusia atau mengkritik pihak berwenang. Tercatat bahwa beberapa individu tersebut telah dipenjara atau ditempatkan di bawah tahanan rumah setelah berbicara. Bachelet pun meminta Beijing untuk menghormati dan melindungi kebebasan berekspresi.

Duta Besar Cina untuk PBB, Chen Xu, mengatakan kepada forum Dewan HAM PBB bahwa kebebasan berekspresi dilindungi sepenuhnya di negaranya. Namun, ia menambahkan bahwa "kebebasan berekspresi tidak akan pernah bisa menjadi dalih untuk (menempatkan) siapa pun di atas hukum."

Selama bertahun-tahun, kelompok hak asasi manusia telah membunyikan alarm di Xinjiang, mengklaim bahwa lebih dari 1 juta Muslim Uighur dan minoritas lainnya telah dimasukkan ke dalam "kamp pendidikan ulang" dalam beberapa tahun terakhir. Kelompok-kelompok tersebut menuduh bahwa orang-orang di kamp telah mengalami penyiksaan, sterilisasi, kerja paksa, dan indoktrinasi.

Etnis Uighur di wilayah tersebut telah mengeluhkan penindasan budaya dan agama. Beijing menuduh mereka melakukan aksi separatisme dan terorisme. Pemerintah Barat bahkan menyebut upaya Cina tersebut dengan "genosida". Beijing dengan keras membantah klaim tersebut, dengan pihak berwenang di sana mengatakan bahwa "pusat pelatihan kejuruan" membantu menghambat terorisme.

Bachelet dikecam karena lamanya merilis laporan soal Xinjiang

Berita kunjungan tersebut disambut baik oleh para diplomat, tetapi mereka juga mengatakan kepada Bachelet bahwa hal itu "tidak boleh mengaburkan urgensi penerbitan laporan" tentang situasi hak asasi manusia di Xinjiang.

Bachelet mendapat kecaman karena gagal merilis laporan tentang situasi yang ditugaskan lebih dari tiga setengah tahun yang lalu. Aktivis HAM telah menunggu publikasinya selama berbulan-bulan, dan memintanya untuk merilisnya tanpa penundaan.

Hampir 200 kelompok HAM menerbitkan surat terbuka kepada Bachelet pada hari Selasa (08/03), mempertanyakan penundaan yang lama dan menunjukkan bahwa banyak dari mereka telah dengan jelas mendokumentasikan pelanggaran di Xinjiang. Surat itu mengatakan pelanggaran itu termasuk "penahanan massal yang diatur secara sistematis oleh negara, penyiksaan, penganiayaan, dan pelanggaran lain dalam skala dan sifat yang setara dengan kejahatan terhadap kemanusiaan."

Surat itu mengatakan bahwa kelompok-kelompok HAM tersebut khawatir dengan "kehningan" Bachelet dalam menghadapi pelanggaran yang dilakukan Cina. "Kami telah berulang kali memperingatkan, termasuk ke kantor Anda, atas tindakan ekstrem yang diambil oleh otoritas Cina sejak tahun 2017."

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mendesak Bachelet untuk merilis laporan "tanpa penundaan," merujuk bahwa "pemerintah Cina terus melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Xinjiang terhadap mayoritas Muslim Uighur dan kelompok minoritas lainnya."

Pada hari Selasa (08/03), duta besar Inggris untuk PBB, Simon Manley, mengatakan: "Kami menyambut setiap upaya untuk menjelaskan pelanggaran sistemik hak asasi manusia di Xinjiang. Seperti yang telah kami jelaskan secara konsisten, komisaris tinggi harus diberikan akses sepenuhnya tanpa batas ke wilayah tersebut yang memungkinkan dirinya untuk melakukan penilaian yang akurat dari fakta di lapangan. Kami menantikan laporannya tentang situasi tersebut."

rap/pkp (AFP, dpa, Reuters)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement