Kamis 10 Mar 2022 06:40 WIB

Covid-19 di Indonesia Belum Bisa Jadi Endemi, Pakar: Indikatornya Belum Terpenuhi

Pemeirntah diharapkan tak gegabah dan harus memprioritaskan pendekatan epidemiologis.

Red: Qommarria Rostanti
Secara epidemiologis belum semua indikator terpenuhi agar Indonesia yang kini terbelenggu pandemi Covid-19 menjadi endemi. (ilustrasi)
Foto: www.freepik.com.
Secara epidemiologis belum semua indikator terpenuhi agar Indonesia yang kini terbelenggu pandemi Covid-19 menjadi endemi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan Covid-19, Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd, mengatakan secara epidemiologis belum semua indikator terpenuhi agar Indonesia yang kini terbelenggu pandemi menjadi endemi. Menurut dia, penetapan status pandemi menjadi endemi masih diperlukan waktu transisi untuk memonitor perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia.

"Diharapkan pemerintah jangan gegabah dan harus memprioritaskan pendekatan epidemiologis," kata Syamsul, di Banjarmasin, Rabu (9/3/2022).

Dia menjelaskan, hal ini penting menjadi pertimbangan agar dampaknya nanti tidak merugikan semua rakyat. Secara epidemiologis, kata Syamsul, Covid-19 akan berubah menjadi endemi tatkala tingkat penularan terkendali dan telah terbentuk kekebalan kelompok (herd immunity) di tengah masyarakat yang bisa terwujud melalui program vaksinasi.

Dia menjelaskan, penularan sudah terkendali dalam suatu wilayah menurut WHO di antaranya penurunan insidensi kasus konfirmasi dan probable yang berkelanjutan minimal 50 persen selama tiga pekan terakhir. Dia menyebutkan jika pada 8 Maret 2022 ada 30.148 kasus, sementara data kasus Covid-19, pada tiga pekan sebelum (13 Februari 2022) 44.526 kasus menunjukkan bahwa penurunan kasus konfirmasi baru 32,29 persen.

Kemudian positivity rate yaitu perbandingan antara jumlah kasus positif dengan jumlah tes yang dilakukan kurang dari 5 persen minimal selama dua pekan terakhir. Menurutnya lagi, jika memperhatikan hari terakhir 8 Maret 2022 sebesar 13,26 persen dan dua pekan yang lalu (21 Februari 2022) sebesar 14,2 persen. 

Data tersebut menunjukkan bahwa dalam dua pekan terakhir positivityrate belum ada yang berada di bawah 5 persen.

Adapun penurunan jumlah kematian pada kasus terkonfirmasi selama tiga pekan terakhir. Pada 8 Maret 2022 jumlah kematian 401 jiwa, dan pada 13 Februari 2022 jumlah kematian 111 jiwa.

"Data ini menunjukkan bahwa jumlah kematian menurut angka absolut malah meningkat. Meskipun jika kita analisa dari CFR menurun dari 3,02 persen menjadi 2,60 persen," ujar Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran ULM itu.

Sementara penurunan jumlah kasus terkonfirmasi dan probable yang dirawat di rumah sakit dan kasus yang masuk ICU selama minimal dua pekan terakhir yaitu 8 Maret 2022, jumlahnya 28 persen.

"Angka ini memang telah mengalami penurunan dibandingkan dua pekan sebelumnya yaitu 31 persen. Kondisi baik yang wajib dipertahankan terus dalam upaya menuju endemi," kata Syamsul.

Adapun untuk vaksinasi lengkap pada 8 Maret 2022 tercatat 148.587.718 orang dengan sasaran nasional 208.265.720 jiwa, sehingga cakupan telah mencapai 71,34 persen. "Akan tetapi jika kita hitung dengan jumlah penduduk Indonesia tahun 2022, maka cakupan vaksinasi dosis lengkap baru 54,25 persen," ujarnya lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement