REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK— Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendesak para pemimpin dunia untuk melakukan segala upaya untuk menghindari Ukraina menjadi Suriah lain.
Seperti diketahui, Suriah adalah sebuah negara yang hancur karena konflik 11 tahun. Pasukan Rusia telah terlibat dalam perang saudara Suriah sejak 2015.
Komisi Penyelidikan PBB untuk Suriah mengatakan pihaknya berharap agar dampak konflik tidak akan terulang dalam invasi Moskow ke Ukraina.
Namun alih-alih mereda, para penyelidik mengatakan perang di Suriah memanas lagi dan memperingatkan bahwa para pesertanya dapat mengambil keuntungan dari perhatian dunia yang beralih ke Ukraina.
Ketua Komisi, Paulo Pinheiro, berbicara tentang jutaan orang yang terlantar, lebih dari 100 ribu orang hilang atau dihilangkan secara paksa, tingkat kemiskinan pada 90 persen yang belum pernah terjadi sebelumnya, pelanggaran hak asasi manusia hingga kejahatan terhadap kemanusiaan.
"Kami hanya bisa berharap bahwa para pemimpin dunia melakukan segalanya sekarang sehingga mereka dapat menghindari nasib serupa untuk Ukraina," katanya dilansir dari The New Arab, Rabu (9/3/2022).
"Pasukan Suriah dan Rusia beroperasi berdampingan terus tanpa pandang bulu membom daerah padat penduduk di barat laut. Warga sipil juga telah diserang dengan senjata dan serangan udara yang dipandu dengan presisi yang canggih," tambahnya
Pinheiro juga mengatakan Rusia dan Suriah bersikeras agar bantuan kemanusiaan dikirim dari Damaskus daripada melintasi perbatasan.
Tetapi serangan mereka di Barat Laut, kata Pinheiro, terjadi di sepanjang jalan di mana bantuan kemanusiaan semacam itu akan dikirim.
"Kami melihat sejak 2015 praktik serupa oleh Federasi Rusia dalam konflik yang kami lihat di negara lain hari ini," terangnya.
Baca juga : Ukraina: Rusia Sedang Bersiap Rebut Ibu Kota Kiev
Komisi internasional independen untuk penyelidikan di Suriah diberi mandat oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk menyelidiki dan mencatat semua pelanggaran hukum internasional sejak Maret 2011 di negara itu.
Hanny Megally, salah satu dari tiga komisaris, mengatakan pasukan Rusia berada di Suriah untuk membantu pemerintah, sementara mereka berada di Ukraina untuk menyingkirkan pemerintahan.
Perbedaan lain, katanya, adalah bahwa Rusia menggunakan lebih banyak kekuatan udara di Suriah, daripada sejumlah besar pasukan darat yang terlihat di Ukraina.
Mengutip serangan membabi buta terhadap warga sipil dan serangan yang ditargetkan pada fasilitas medis, dia berkata: "Pengabaian terhadap korban sipil adalah salah satu kekhawatiran terbesar kami di Suriah dan saya berharap itu tidak terulang di Ukraina," ucapnya.