REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Penyitaan aset perusahaan yang telah meninggalkan Rusia setelah invasi ke Ukraina akan menghancurkan kepercayaan investor selama beberapa dekade terhadap negara itu. Ini akan membawa Rusia kembali ke hari-hari bencana Revolusi Bolshevik pada 1917.
Hal itu disampaikan oleh raja logam Rusia, Vladimir Potanin. Pemegang saham terbesar di Norilsk Nickel, produsen paladium dan nikel rafinasi terbesar dunia, itu mengatakan Rusia harus merespons sanksi secara pragmatis. "Kita seharusnya tidak mencoba 'membanting pintu' tetapi berusaha mempertahankan posisi ekonomi Rusia di pasar yang telah lama kita kembangkan," kata Potanin, dilansir Reuters, Jumat (11/3/2022).
Penyitaan aset perusahaan yang telah meninggalkan Rusia akan menyebabkan negara tersebut kehilangan investor. "Ini akan membawa kita 100 tahun ke belakang dan konsekuensinya, kurangnya kepercayaan global di Rusia akan kita rasakan selama beberapa dekade," katanya.
Selain produsen paladium dan nikel, Norilsk Nickel adalah produsen platinum dan tembaga. Perusahaan itu juga menghasilkan kobalt, emas, perak, iridium, selenium, dan belerang.
Perdana Menteri Mikhail Mishustin mengatakan kepada Presiden Vladimir Putin pada hari Kamis (10/3/2022) bahwa Rusia mengusulkan menempatkan perusahaan yang telah meninggalkan Rusia ke dalam administrasi eksternal. Mekanisme pastinya masih belum jelas, meskipun ada perdebatan sengit di kalangan elit Rusia tentang seberapa parah reaksi Rusia terhadap sanksi Barat.
Ekonomi Rusia menghadapi krisis paling parah sejak jatuhnya Uni Soviet pada 1991 setelah Barat menjatuhkan sanksi berat pada hampir seluruh sistem keuangan dan perusahaan Rusia menyusul invasi Moskow 24 Februari ke Ukraina. Putin mengatakan "operasi militer khusus" di Ukraina sangat penting untuk memastikan keamanan Rusia setelah Amerika Serikat memperluas keanggotaan NATO hingga ke perbatasan Rusia dan mendukung para pemimpin pro-Barat di Kyiv.
Ukraina mengatakan sedang berjuang untuk keberadaannya dan Amerika Serikat, dan sekutu Eropa dan Asianya mengutuk invasi Rusia. China telah menyerukan untuk tenang.