REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara mencatat angka prevalensi kekerdilan (stunting) di daerah itu mengalami penurunan selama masa pandemi Covid-19.
"Prevalensi di Sumut terus turun selama pandemi. Tahun lalu sekitar 30,11 persen dan tahun ini 25,8 persen," kata Kepala Dinas Kesehatan Sumut melalui Kepala Kesehatan Kerja dan Olahraga (Kesjaor) Sri Agustina di Medan, Jumat (25/3/2022).
Ia mengatakan bahwa saat ini jumlah balita di Sumut yang mengalami kekerdilan berjumlah 34.676 jiwa sesuai hasil bulan timbang hingga Februari 2022.
"Jumlah anak yang diukur 666.526 jiwa, sebanyak 34.676 di antaranya mengalami kekerdilan," katanya.
Menurutnya, beberapa faktor penyebab terjadinya kekerdilan anak di antaranya adalah faktor spesifik seperti kekurangan sel darah merah atau anemia yang dialami oleh ibu hamil. Kemudian, faktor sensitif yang muncul akibat berbagai aspek kehidupan, mulai dari kondisi ekonomi dan sanitasi di lingkungan tempat tinggal.
Untuk penangan kekerdilan dapat dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif pada sasaran 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) seorang anak. "Mulai dari asupan gizi sang ibu dan juga penanganan penyakit infeksi. Selain itu perlu juga diperhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal," ujarnya.
Sri berharap angka prevalensi kekerdilan di Sumut dapat terus turun guna menciptakan generasi yang unggul dan berkualitas. e"Untuk itu diperlukan kolaborasi dari semua pihak guna mengentaskan masalah kekerdilan pada anak di Sumut," ujarnya.