REPUBLIKA.CO.ID, ROTE NDAO -- Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) sekaligus Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji, menyoroti fenomena yang kian mengkhawatirkan dan menjadi salah satu penyebab utama stunting di Indonesia yaitu pernikahan usia dini. Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, dinilai masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi bangsa.
“Hampir dipastikan kalau anak Bapak Ibu menikah usia di bawah 19 tahun disebut dengan pernikahan dini. Dan pernikahan dini menurut dokter hampir 90 persen stunting,” katanya di Kota Ba’a, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi NTT, Senin (23/6/2025).
Hal ini disampaikannya saat memberikan kata sambutan dalam acara peluncuran layanan Keluarga Berencana (KB) serentak untuk wilayah terluar, terdepan dan tertinggal (3T) di Kabupaten Rote Ndao. Wihaji mengatakan, usia di bawah 19 tahun belum layak untuk menikah karena kesiapan sel telur, ovum, menurut para dokter potensi untuk stuntingnya sangat tinggi.
Sesuai dengan UUD, syarat seorang wanita menikah itu ada pada usia 19 tahun, namun yang dianjurkan setelah usia 21 tahun, sehingga semuanya sudah siap. "Jika hal ini dituruti, maka stunting bisa ditanggani," kata dia.
Dia mengatakan, pemerintah tidak melarang setiap warga negara Indonesia untuk menikah, namun ingin agar anak yang dihasilkan melalui pernikahan itu sehat. Wihaji menyatakan, di Rote Ndao, masih ditemukan adanya wanita yang sudah menikah di usia 15 tahun. Menurut dia, kondi ini perlu dilakukan pencegahan.
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara menerapkan program KB, dengan metode atau pendekatan kontrasepsi. Kedatangannya Mendukbangga/Kepala BKKBN ke Rote Ndao sendiri bertujuan untuk melihat langsung keluarga berisiko stunting di wilayah tersebut. Dia juga membagi-bagikan nutrisi dari mitra BKKBN untuk masyarakat, membangun jamban dan sanitasi, membangun sumur bor serta membedah rumah tidak layak huni.