REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytry Kuleba meminta negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk menyediakan dan memasok senjata yang dibutuhkan Ukraina untuk melawan Rusia. Dia mendorong agar tak ada keraguan dalam melakukan hal tersebut.
“Agenda saya sangat sederhana, ia hanya mempunyai tiga pokok di atasnya; senjata, senjata, dan senjata,” kata Kuleba kepada awak media di markas NATO di Brussels, Belgia, Kamis (7/4/2022).
Kuleba berharap tak ada keraguan pada NATO untuk membantu Ukraina memerangi Rusia. “Saya meminta semua sekutu untuk mengesampingkan keraguan mereka, keengganan mereka, untuk menyediakan Ukraina dengan semua yang dibutuhkan,” ucapnya.
Dalam pertemuan dengan para menteri luar negeri negara anggota NATO, Kuleba pun meminta agar embargo terhadap komoditas energi Rusia dilanjutkan. “Kami akan terus meminta embargo penuh minyak dan gas (Rusia),” ujarnya.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, negosiasi antara negaranya dan Ukraina masih terus berlanjut. Namun dia mengakui, proses pembicaraan masih menghadapi kesulitan dari yang diharapkan. “Proses kerja terus berlanjut, tetapi jauh lebih sulit daripada yang diinginkan. Tentu saja, kami ingin melihat kemajuan yang lebih besar di pihak Ukraina. Masih ada jalan panjang di depan,” kata Peskov kepada awak media pada Rabu (6/4/2022), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Menurut Peskov, setiap kali ada harapan untuk kemajuan dalam negosiasi, beberapa hambatan seketika muncul. Dia mencontohkan “kepalsuan” situasi yang berlangsung di Bucha. Peskov berpendapat, hal itu mampu mengganggu proses pembicaraan.
Saat ini Rusia tengah menghadapi gelombang kecaman baru. Pasukan mereka dituduh menargetkan dan membantai warga sipil di kota-kota sekitar Kiev, terutama Bucha. Rekaman video yang beredar luas di media sosial menunjukkan mayat-mayat warga sipil bergelimpangan di jalanan kota Bucha.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, rekaman video yang menunjukkan mayat warga sipil bergeletakan di kota Bucha pasca pasukan Rusia mundur dari daerah itu merupakan “serangan berita palsu”. Menurut Lavrov “pementasan” tersebut bertujuan meningkatkan sentimen anti-Rusia.