REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masa pandemi, menyimpan tantangan tersendiri bagi dunia prndidikan Indonesia. Pengamat pendidikan Indonesia, Seto Mulyadi mengungkapkan lebih kurang 13 persen anak Indonesia dilaporkan mengalami depresi selama proses pembelajaran di rumah.
"Dunia anak-anak, adalah bermain dan bersenang-senang. Oleh karena itu, diperlukan sinergi orang tua dan guru untuk menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan bagi anak," ujar Seto dalam Virtual Media Briefing Huawei I Do Care–Satu Hati untuk Indonesia Sepenuhnya Terhubung dan Sejahtera, Kamis (14/4/2022).
Menurut Seto, pembelajaran secara daring tetap dapat memberikan manfaat yang optimal asal dikelola dengan baik. Salah satu yang dapat dilakukan, adalah dengan kreativitas dari orang tua untuk menyampaikan nasihat kepada anak.
Di tengah derasnya arus digital di Indonesia, disparitas atau kesenjangan konektivitas juga menjadi isu tersendiri di dunia pendidikan. Kolaborasi dari berbagai pihak, seperti pemerintah, swasta, dan dunia pendidikan pun sangat diperlukan untuk membantu anak Indonesia dapat tetap terpenuhi haknya untuk belajar.
Director of ICT Strategy & Business Huawei Indonesia, Mohamad Rosidi menjelaskan, saat ini dunia pendidikan tengah mengalami transformasi. "Anak-anak Indonesia saat ini, adalah para digital native. Saat ini, teknologi juga sudah menjadi enabler penting untuk melaksanakan program pendidikan," ujar Rosidi dalam kesempatan yang sama.
Huawei, ia melanjutkan, berupaya untuk mengembangkan ekosistem digital yang baik ke berbagai pelosok Indonesia. "Untuk konektivitas di daerah 3T, ada sekitar 12.500 desa di Indonesia yang harus dikoneksikan melalui universal service obligation (USO). Huawei juga sebagai pemain di industri ICT juga terus menggalakkan vokasi untuk mengedukasi 100 ribu talenta digital," Rosidi mrnjelaskan.
Tak berhenti sampai di situ, ada pula penyerahan donasi Huawei Tablet dan Huawei Wifi ke lima sekolah di Papua.