REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Petenis peringkat delapan dunia Andrey Rublev menyebut larangan Wimbledon terhadap petenis Rusia dan Belarusia sepenuhnya bentuk diskriminasi. Sementara Federasi Tenis Belarusia (BTF) mengatakan keputusan itu hanya akan menghasut kebencian.
"Alasan yang mereka (Wimbledon) berikan kepada kami tidak masuk akal, itu tidak logis," kata Rublev di sela acara ATP Beograd, dikutip dari AFP, awal pekan ini. "Apa yang terjadi sekarang adalah sepenuhnya diskriminasi terhadap kami."
Otoritas Wimbledon, pada pertengahan April 2022, melarang semua petenis Rusia dan Belarusia untuk ambil bagian dalam turnamen Grand Slam tersebut tahun ini sebagai tanggapan atas invasi Rusia ke Ukraina. Keputusan itu membuat Rublev serta rekan senegaranya peringkat dua dunia, Daniil Medvedev, dan peringkat keempat putri Aryna Sabalenka dari Belarusia absen dalam turnamen yang akan digelar pada 27 Juni-10 Juli 2022 itu.
"Melarang petenis Rusia atau Belarusia, tidak akan mengubah apa pun," ujar Rublev, yang mengatakan mengalihkan dana hadiah Wimbledon, yang tahun lalu berjumlah 35 juta poundsterling atau setara Rp 655 miliar akan memiliki efek yang lebih positif.
"Memberikan semua hadiah uang untuk bantuan kemanusiaan, kepada keluarga yang menderita, kepada anak-anak yang menderita, saya pikir itu akan berdampak sesuatu. Tenis akan, dalam hal ini, menjadi olahraga pertama dan satu-satunya yang menyumbangkan uang sebanyak itu dan itu adalah Wimbledon sehingga mereka akan mendapat semua pujian," jelas Rublev.
Federasi Tenis Belarusia (BTF) menyebut pejabat Pemerintah Inggris tidak kompeten dan tidak tahu isu sepenuhnya.
"BTF dengan tegas mengutuk keputusan yang diambil oleh penyelenggara Wimbledon untuk menskors pemain tenis Belarusia dan Rusia," kata BTF dalam sebuah pernyataan. "Tindakan destruktif seperti itu sama sekali tidak berkontribusi pada penyelesaian konflik, tetapi hanya menghasut kebencian dan intoleransi secara nasional."
Badan tenis tersebut menambahkan bahwa saat ini kepemimpinan BTF tengah berkonsultasi dengan firma hukum internasional terkait hukum olahraga. "Strategi sedang dikembangkan yang ditujukan untuk melindungi, pertama-tama, pemain tenis Belarusia di seluruh dunia, dan tenis di dunia. Republik Belarusia secara keseluruhan."
Pelopor tenis Amerika Serikat (AS) Billie Jean King, pendiri WTA pada 1973, mengatakan dia tidak dapat mendukung keputusan Wimbledon.
"Salah satu prinsip dasar pendirian WTA adalah bahwa petenis putri di mana pun di dunia, jika dia cukup bagus, akan memiliki tempat untuk berkompetisi," kata juara Wimbledon enam kali itu. "Saya mendukung itu pada 1973 dan saya mendukung itu hari ini. Saya tidak dapat mendukung larangan atlet individu dari turnamen apa pun, hanya karena kebangsaan mereka."