REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Eni (28 tahun) dan Rob (25) kakak beradik merasa senang bisa kembali mudik dan merayakan Lebaran 1443 Hijriah di kampung halaman di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pasalnya, dua tahun lalu keduanya tidak mudik karena situasi pandemi Covid-19 melanda semua negara di dunia.
Di Indonesia, tidak terkecuali pengetatan wilayah langsung diberlakukan sehingga ruang gerak masyarakat harus dibatasi. Kini, seiring dengan menurunnya jumlah masyarakat yang terpapar Covid-19, pemerintah memutuskan memperlonggar aktivitas warga, meskipun harus tetap menerapkan protokol kesehatan.
Eni dan Rob, yang tiba di Terminal Mandala Rangkasbitung pada Rabu (27/4/2022) sekitar pukul 10.30 WIB, dari Balaraja Kabupaten Tangerang tampak bahagia dengan membawa tas koper dan kardus untuk oleh-oleh Lebaran. Keduanya beristirahat dan duduk-duduk sambil menunggu angkutan yang berangkat pada pukul 14.00 WIB.
Kendaraan angkutan menuju kampung halamannya di Desa Jatake, Kecamatan Panggarangan, Kabupaten Lebak, tinggal satu unit kendaraan. Kampung halamannya berada di Gunung Gede merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Dengan demikian, ongkos kendaraan angkutan untuk mudik Lebaran ke kampung halamannya mencapai Rp 200 ribu per orang. Perjalanan yang memakan waktu cukup lama membuat keduanya diperkirakan tiba pukul 20.00 WIB.
Baca juga : Mau Mudik Saat Siang atau Malam Hari?
"Kami ikut berbahagia bisa mudik Lebaran dan berkumpul bersama orangtua juga teman-teman main di kampung," kata Eni saat ditemui di Terminal Mandala Rangkasbitung, Rabu.
Perjalanan ke kampung halamannya cukup menguras tenaga dan melelahkan, karena kondisi jalan bebatuan. Laju kendaraan tentu berjalan lambat dan penuh hati-hati, karena banyak tikungan dan tebing, bahkan jika hujan lebat terjadi longsoran.
Menurut Eni, banyak juga kendaraan yang jatuh ke jurang, karena kiri kanan tebing hingga kedalaman 30 meter. Karena itu, kendaraan angkutan menuju kampung halaman hanya dua unit. Meski melelahkan dalam perjalanan, namun merasa senang dan bahagia bisa mudik ke kampung halaman.
"Kami dua tahun lalu tidak mudik dan sekarang bisa kembali dan berkumpul dengan keluarga di rumah," kata Eni menjelaskan.
Kakak beradik ini bekerja di sebuah pabrik plastik di kawasan Balaraja, Kabupaten Tangerang sejak 2015. Dia bisa bekerja di pabrik plastik dibawa oleh kerabatnya yang terlebih dulu bekerja di sana. Penghasilan buruh pabrik itu digaji dengan sesuai upah minimum kabupaten (UMK).
Pendapatan per bulan relatif lumayan dan setiap bulan juga disisihkan untuk orangtua di kampung. "Kami per tiga bulan mampu mengirim uang ke kampung Rp 6 juta," kata Rob, adik Eni sambil menceritakan pekerjaan orang tuanyaa dalah seorang petani.
Rob mengaku, bekerja sudah tujuh tahun di pabrik plastik dan cukup sejahtera, karena mendapatkan hak-hak pekerja. Selain gaji, ia juga mendapatkan tunjangan kerja dan uang lembur serta mendapatkan BPJS Kesehatan.
Begitu juga mendapatkan cuti bersama dan menjadi anggota koperasi. "Kami bisa menerima pendapatan gaji, tunjangan serta uang lembur Rp 6,5 juta per bulan," kata perempuan lulusan SMP ini.
Kepala Terminal Bus Mandala Rangkasbitung Muksin mengimbau pemudik tiba lebih baik awal karena dapat mengurangi kemacetan dan kepadatan. Pasalnya, jika mudik H-3 dan H-2 dipastikan akan terjadi kepadatan. Karena itu, masyarakat diminta jika mudik sebaiknya awal dan perjalanan lancar.
Saat ini, kondisi terminal belum terjadi lonjakan pemudik baik kedatangan dan keberangkatan.Saat ini, jumlah angkutan kendaraan umum yang ada sekitar 70 bus melayani trayek angkutan kendaraan antarprovinsi (AKAP) jurusan Rangkasbitung-Bandung-Rangkasbitung-Tangerang-Bekasi-Cikarang- Tanjung Priok-Kalideres, dan Bogor.
Sedangkan angkutan kendaraan dalam provinsi (AKDP) sebanyak 40 unit. "Semua kondisi kendaraan angkutan lebaran layak beroperasi," kata Muksin.