REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Harga emas berjangka kembali merosot pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), setelah dolar AS mencapai level tertinggi baru dalam 20 tahun terakhir. Menguatnya dolar AS karena sentimen penghindaran risiko yang sebagian berasal dari kekhawatiran atas kemampuan Federal Reserve (Fed) untuk memerangi inflasi yang tinggi. Hal ini mendorong investor daya tarik safe-haven greenback.
Kontrak harga emas paling aktif untuk pengiriman Juni di divisi Comex New York Exchange, tergelincir 17,6 dolar AS atau 0,95 persen, menjadi ditutup pada 1.841,00 dolar AS per ounce. Sehari sebelumnya, Senin (9/5/2022) harga emas berjangka anjlok 24,2 dolar AS atau 1,29 persen menjadi 1.858,60 dolar AS, setelah meningkat 7,1 dolar AS atau 0,38 persen menjadi 1.882,80 dolar AS pada Jumat (6/5/2022), dan terdongkrak 6,9 dolar AS atau 0,37 persen menjadi 1.875,70 dolar AS pada Kamis (5/5/2022).
Indeks dolar AS telah melonjak ke level tertinggi dalam dua dekade. Kegelisahan pasar tentang potensi perlambatan ekonomi AS telah menambah kekuatan dolar sebagai tempat yang aman.
Dolar telah meningkat selama lima minggu berturut-turut karena imbal hasil obligasi pemerintah AS telah naik di tengah ekspektasi The Fed akan agresif dalam mencoba menekan lonjakan inflasi. Sementara itu indeks optimisme Federasi Nasional Bisnis Independen yang dirilis pada Selasa (10/5/2022) berdiri di 93,2 pada April, level terendah sejak April 2020, memberi emas beberapa dukungan.
Harga logam mulia lainnya, perak untuk pengiriman Juli turun 39,6 sen atau 1,81 persen, menjadi ditutup pada 21,424 dolar AS per ounce. Platinum untuk pengiriman Juli naik 8,7 dolar AS atau 0,93 persen, menjadi ditutup pada 947,2 dolar AS per ounce.