Oleh : Ani Nursalikah, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Merebaknya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak menimbulkan kekhawatiran umat Islam terkait kesehatan hewan qurban. Idul Adha tahun ini jatuh pada 9 Juli 2022.
Kementerian Pertanian (Kementan) menyampaikan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) telah menyebar ke 52 daerah di 15 provinsi di seluruh Indonesia. Adapun kelima belas provinsi tersebut di antaranya Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan perkembangan tersebut berdasarkan data hingga 17 Mei 2022. Adapun, total ternak ruminansia yang terdapat di 15 provinsi tersebut sebanyak 13,8 juta ekor. Namun, jumlah ternak yang terdampak PMK hanya 3,9 juta ekor.
Syahrul mengatakan, Kementan telah melakukan sejumlah langkah untuk meminimalisasi penyebaran PMK. Di antaranya pembatasan lalu lintas ternak antarkabupaten kota.
Kementan juga telah melakukan distribusi obat-obatan hingga penyediaan vaksin nasional sesuai serotipe PMK masuk ke Indonesia. Langkah lain, ia melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan hewan, inseminator, hingga peternak.
Luasnya sebaran PMK tak ayal menimbulkan keresahan di kalangan Muslim terkait kondisi hewan qurban. Meski PMK hanya menular antarhewan, tidak dipungkiri ada pertanyaan apakah daging hewan yang terjangkit aman dikonsumsi.
Pakar Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis IPB University Denny Lukman menyatakan wabah PMK di beberapa wilayah di Indonesia pada hewan ternak tidak masuk dalam kategori zoonosis. Secara umum zoonosis atau penyakit zoonotik adalah penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya.
Biasanya, zoonosis bisa disebabkan adanya virus, bakteri, cacing, atau protozoa (hewan bersel satu) pada hewan tertentu. Karena bukan zoonosis, kata dia, dagingnya aman dikonsumsi manusia dengan melalui proses pemanasan dengan suhu 70 derajat Celsius selama 30 menit atau sampai daging matang. Sehubungan banyak kalangan yang khawatir terhadap penyakit tersebut apakah dagingnya aman dikonsumsi, ditegaskan dengan proses tersebut maka masyarakat tetap bisa mengonsumsinya.
Demi menjamin rasa aman terhadap hewan qurban yang terjangkit PMK, Kementan meminta tiga fatwa kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Miftahul Huda mengatakan fatwa pertama yang diminta dari MUI terkait status hewan, sahkah sembelihan yang terpapar wabah PMK dijadikan hewan qurban. Kedua, apabila hewan qurban segera disembelih pada 9 Dzulhijjah, sebelum 10 Dzulhijjah apakah masih bisa disebut sebagai hewan qurban.
Ketiga, virus PMK belum ada obatnya sehingga harus ada vaksinasi pada hewan. Dan dalam waktu dekat akan ada vaksinasi dari luar negeri. Jika hewan qurban yang telah divaksinasi diberi tanda berupa lubang di bagian kuping dan lainnya, apakah sembelihan tersebut dikategorikan sebagai cacat.
MUI juga meminta pemerintah membuat edaran terkait hewan yang terpapar PMK. Hewan tersebut harus dilarang untuk dilakukan pemindahan tempat atau melarang distribusi lalu lintas yang terkena wabah agar tidak menyebar. Selanjutnya, solusi bagi warga Jakarta yang ingin berqurban di Jawa Tengah atau wilayah lainnya agar membeli hewan langsung dari sana.
Idul Adha atau Lebaran Haji adalah kesempatan untuk berbagi kepada saudara-saudara kita yang mungkin hanya satu tahun sekali makan daging. Alangkah baiknya, bila masyarakat mempercayakan pembelian hewan qurban ke lembaga-lembaga filantropi tepercaya.
Hal ini agar menjamin kesehatan hewan qurban. Selain itu, daging hewan qurban kita juga bisa menjangkau hingga ke pelosok negeri.
Masih ada waktu tersisa sekitar satu bulan untuk pemerintah mengatasi wabah PMK ini. Hal ini agar umat Islam yang ingin berqurban tenang dan tidak khawatir akan kondisi hewan qurbannya. Penanggulangan wabah PMK juga demi kesehatan masyarakat.