REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa bulan sebelum pandemi Covid-19 dimulai awal 2020, perhatian astronom dunia tertuju pada Betelgeuse, bintang super raksasa yang berjarak 700 tahun cahaya. Bintang itu meredup secara dramatis, sepuluh kali lebih gelap dari biasanya.
Beberapa tim bekerja untuk mencari tahu apa yang menyebabkan "Peredupan Hebat" yang dialami bintang itu. Satu tim menganalisis ratusan foto bintang dan menyimpulkan bahwa debu bintang kemungkinan besar menghalangi pandangan kita dari Bumi.
Mereka menemukan pada Juni 2021 bahwa Betelgeuse kemungkinan telah mengeluarkan gas, yang mendingin dan memadat, menggelapkan bintang. Hipotesis lain adalah bahwa bintang sedikit mendingin, dan variabilitas ini dapat mengakibatkan penurunan kecerahan.
Ini tentu memainkan peran dalam penciptaan awan debu. Pertanyaannya, apakah misteri itu terpecahkan? Mungkin, tetapi Peredupan Hebat telah menghasilkan satu lagi penemuan yang mengejutkan.
Trio astronom menggambarkan penemuan menakjubkan mereka sendiri dalam sebuah artikel baru yang diterbitkan di jurnal Nature pada pekan ini.
Mereka dapat menemukan Betelgeuse yang bersembunyi di latar belakang foto yang diperoleh oleh satelit cuaca Jepang Himawari-8. Penemuan kebetulan mendukung beberapa studi sebelumnya tentang asal-usul Peredupan Besar dan petunjuk baru untuk menyelidiki lingkungan kosmik kita yang belum dieksplorasi.
Sesuai dengan namanya, Himawari-8 adalah edisi kedelapan dari satelit Himawari Badan Meteorologi Jepang. Satelit ini mengorbit bumi pada jarak 22.236 mil di atas khatulistiwa dalam orbit geostasioner. Satelit mengambil foto optik dan inframerah dari seluruh Bumi sekali setiap 10 menit dari lokasi itu, terutama untuk membantu prakiraan cuaca di Asia dan Pasifik Barat.
Tim peneliti Jepang mulai mencari titik kecil cahaya tempat Betelgeuse,tersembunyi di ruang angkasa di balik marmer biru dan hijau yang mempesona. Foto-foto ini berasal dari tahun 2017.
Para peneliti sampai pada kesimpulan yang sama seperti pendahulu mereka setelah mempelajari setitik cahaya itu, bahwa Betelgeuse berkurang karena debu dan variasi alami dalam luminositasnya.
Bagi para astronom, ini mungkin hal yang sangat besar. Membangun dan menggunakan teleskop luar angkasa baru tidaklah murah atau sederhana, dan harus memesan roket. Namun, saat ini ada satelit yang mengorbit Bumi yang mungkin melakukan fungsi serupa.
"Himawari seperti teleskop ruang angkasa gratis!" kata Simon Campbell, astronom di Monash University di Australia.
Satelit cuaca seperti Himawari-8 terus-menerus mencitrakan Bumi dan ruang di sekitarnya, menghasilkan segunung data untuk disortir.