REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Provinsi Jambi menyatakan hewan ternak dengan gejala ringan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tetap bisa dijadikan hewan qurban karena tidak bersifat zoonosis.
"Saya tekankan kepada seluruh masyarakat, PMK pada hewan ternak tidak menular kepada manusia atau bersifat zoonosis, maka dari itu daging hewan ternak yang terpapar PMK tetap dapat di konsumsi," kata Ketua PDHI Provinsi Jambi Dokter Hewan Rospita Pane di Jambi, Rabu (8/6/2022).
Ia menjelaskan hewan ternak dengan gejala PMK tersebut dapat dijadikan hewan qurban diperkuat dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 32 tahun 2022 tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah qurban saat kondisi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Dalam fatwa tersebut dijelaskan hewan ternak yang terpapar PMK dengan gejala ringan, sah untuk dijadikan hewan qurban, yang tidak sah yakni hewan ternak dengan gejala berat PMK.
Maka dari itu masyarakat ataupun panitia qurban di imbau untuk segera melapor kepada instansi terkait yang menangani fungsi dan kesehatan hewan ternak untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Karena instansi tersebut yang memiliki wewenang untuk menyatakan hewan ternak tersebut bergejala ringan atau bergejala berat PMK.
"Jika menemukan hewan ternak bergejala PMK segera hubungi dinas terkait atau dokter hewan, nanti mereka yang memutuskan apakah hewan ternak tersebut bergejala ringan atau berat," kata dia.
Rospita Pane menjelaskan, jika hewan qurban dinyatakan sehat maka dapat dilakukan pengolahan seperti biasa. Namun jika terindikasi PMK maka daging hewan qurban baiknya langsung di rebus dengan air dengan suhu minimal 70 derajat celcius hingga mendidih selama 20 menit. Atau daging hewan qurban langsung dimasukkan ke dalam freezer selama 12 jam.
"Secara teori virus pada penyakit PMK tersebut mampu bertahan cukup lama, maka dari itu jangan di cuci terlebih dahulu, sebaiknya langsung di rebus atau langsung dimasukkan ke dalam freezer," kata dia.